Orang asing itu pun berkata, "Seorang pendakwah sejati itu memang harus konsisten dengan apa yang mereka dakwahkan. Berdakwah dengan ramah, lemah lembut dan penuh kasih sayang. Harus bisa menjadi contoh. Harus bersedia hidup sederhana."
Warung itu tiba-tiba terasa begitu senyap. Ranting dedaunan yang tertiup angin terdengar bergesekan dengan atap genting warung.
Sambung lelaki tua itu, "Pendakwah sejati harus mengajak mencintai ilmu, mengajak belajar dan memperkaya wawasan. Bersedia memberi umpan balik, menghormati pendapat, pengalaman dan kemampuan orang yang berbeda-beda. Yang lebih penting lagi, tdak mudah menjatuhkan vonis sesat, murtad, munafik, atau kafir."
"Setuju pak!" serbu Ki Klepon dan Cak Dempul nyaris bersamaan.
"Sekarang ini banyak penceramah yang hanya modal pinter ngomong!" sambung orang asing itu, "Itu namanya The Power of Nggedabrus! Pintar bicara tapi tidak pintar menerapkannya! Hanya pintar berteori, tapi prakteknya nol besar!"
Suasana masih terasa hening. Sepertinya tak ada seorang pun yang mampu mengeluarkan sepatah-kata pun. Sampai datang sebuah mobil berhenti tepat di depan warung, kemudian tampak seseorang turun dari mobil dan bertanya, "Assalamualaikum.., apakah benar ini arah menuju Desa Sumber Waras?"
Semua orang nyaris tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Orang muda itu adalah ustadz terkenal yang akan menjadi pembicara dalam kegiatan pengajian Nuzulul Quran malam itu.
"Wa alaikumussalam.., iya betul Pak Ustadz!" jawab lelaki tua.
Ustadz itu menoleh dan menunjukan muka kaget. Ia lalu menghampiri dan mencium tangan lelaki tua itu sambil berkata, "Mbah Guru Yai kok ada di sini?"
"Maaf Pak Ustadz?" tanya Cak Otok keheranan, "Bapak ini siapa?"
"Beliau ini Kyai Bejo. Beliau guru saya!"