Oleh: Tri Handoyo
Assalamualaikum..., ya akwan!" Seorang lelaki kulit putih mengucapkan salam dengan begitu fasih. Ia mengenakan pakaian gamis dan bersurban hijau. Sangat mengesankan sebagai seorang muslim tulen.
Siapa orang pribumi yang tidak akan takjub, menyaksikan orang kulit putih yang mampu mengucapkan salam dengan begitu fasih. Siapa dia gerangan?
Sosok lelaki gagah itu baru pulang dari Mekah, lalu menyempatkan diri berkunjung ke beberapa ulama di Batavia.
"Nama saya Abdul Ghaffar!" Begitu ia memperkenalkan diri dengan santun.
Abdul Ghaffar adalah penipu paling berbakat sedunia. Sebagai sosok intelektual, cerdas, elegan, dan memesona, serta aura maskulin yang terpancar kuat, dia bisa memukau muslim mana pun di muka bumi.
Yang menjadi masalah, ia tidak memiliki wajah Arab, sehingga lumayan kesulitan untuk meyakinkan umat Islam bahwa ia masih keturunan Rasulullah. Andaikata dia orang Arab, niscaya ia tidak segan-segan mencangkokan nasabnya. Namun demikian, tidak sedikit orang Betawi yang akhirnya memanggilnya dengan sebutan 'sayyid'.
Nama asli penipu ulung itu adalah Christian Snouck Hurgronje. Seorang sarjana Belanda bidang budaya Oriental dan Bahasa. Pada 1889, ia menjadi profesor Melayu di Universitas Leiden, dan kemudian menjadi penasehat resmi pemerintah Belanda untuk urusan kolonial. Ia bertugas di Indonesia sejak tahun 1889 sampai tahun 1905.
Sebagai mualaf, tentu saja itu tidak murni selain hanya sebagai bagian dari misi tersembunyi. Namun ia sanggup memerankan karakter muslim secara total. Tak tanggung-tanggung, sebelumnya ia belajar Islam langsung dari ulama Mekah. Beberapa tahun kemudian juga pelesir ke beberapa negara timur tengah untuk memperluas pengetahuannya tentang dunia Arab.
Di Indonesia, ia memutuskan menikah dengan putri seorang bangsawan pribumi Ciamis, Jawa Barat. Snouck menyebut pernikahan ini sebagai 'kesempatan ilmiah' untuk mempelajari dan menganalisis upacara pernikahan cara Islam. Semua itu dalam rangka melancarkan operasi spionase terorganisir yang sistematis.
Kevin W Fogg, salah seorang cendikiawan pengajar di Universitas Oxford, menyebut Snouck sebagai orang eropa pertama yang menjadi pakar tentang Arab (Arabis), yang menggunakan kacamata Arab dalam berbagai tulisan-tulisannya.