Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Monoteisme Pertama di Dunia

16 Maret 2024   20:29 Diperbarui: 4 Juli 2024   11:27 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tri Handoyo

Sejarah perjalanan umat manusia itu sudah berumur jutaan tahun. Ini dibuktikan dengan umur fosil-fosil yang ditemukan. Sementara usia perjalanan planet bumi sudah ribuan milyar tahun.

Lantas bagaimana dengan umur agama? Sejarah agama itu diperkirakan baru berusia ribuan tahun. Kitab tentang hukum dan prinsip hidup tertua, sebelum munculnya kitab-kitab suci, disebut codex. Miisalnya ada Codex Amiatinus, Codex Hammurabi, Codex Sinaiticus dll. Jadi narasi politik kitab suci itu baru muncul dalam tradisi Abrahamic Religion (Yahudi, Kristen dan Islam).

Jika dirunut sejarahnya, Nabi Ibrahim diperkirakan hidup sekitar tahun 2200 sebelum masehi. Jika ditarik ke belakang tentang narasi Adam-Hawa, anggap saja jarak Ibrahim dengan nabi sebelumnya 500-1000 tahun, maka Adam dalam narasi kitab suci itu baru berumur sekitar 3000-5000 tahun sebelum Masehi. Dengan data itu, jelas keliru jika Adam dan Hawa disebut manusia paling pertama.

Studi agama-agama menggambarkan setidaknya ada lebih dari 4400 agama, tentu sebelum tiga agama paling berisik soal klaim paling benar itu lahir. Study antropologi agama pun menyebutkan sedikitnya ada 2500-an nama Tuhan selain Tuhan Nabi Ibrahim yang dinamai YHWH, Ellohim, dan Allah.

Ketika Nabi Ibrahim bin Tarakh, bapak para nabi itu lahir di Mausul sekitar tahun 2200 SM, di suatu tempat nun jauh di Nusantara, di puncak Gunung Padang, telah berdiri sebuah kompleks bangunan persembahan agung.

Situs Gunung Padang bukan hanya menunjukkan sebuah kebesaran era Megalithikum di Nusantara, tetapi juga menjadi bukti  betapa tinggi tingkat peradaban nenek moyang bangsa ini.

Dalam rangka merekontruksi sejarah situs Gunung Padang, para peneliti melakukan pengupasan tanah di berbagai sisi situs. Kesimpulan sementara, umur situs bangunan di lapisan kedua berkisar antara 6000 sampai 7000 tahun yang lalu. Sementara umur lapisan ketiga diperkirakan lebih tua dari 9000 tahun ysng lalu.

Hal tersebut diyakini karena adanya indikasi ketidakselarasan berupa zona pelapukan tinggi dan beda resistensi pada kedalaman sekitar 10 meter.

Bangsa besar berperadaban tinggi yang mewariskan ratusan situs candi dan prasasti ber-angka tahun saka dari Nusantara inilah yang menyebar mewarnai 3/4 muka bumi, di antaranya ke tanah India dan Tibet. Bukan sebaliknya sperti yang selama ini diajarkan di bangku sekolah.

Sebelum Hindu dan Buddha datang, orang Jawa Kuno sudah punya kepercayaan Kapitayan. Mereka menyembang Sanghyang Taya, sesuatu yang suwung, kosong, tidak bisa digambarkan atau diasosiasikan dengan sesuatu.

Orang Sunda sudah punya kepercayaan Sunda Wiwitan yang menyembah Sang Hyang Reksa, yang punya kehendak dan yang punya karsa. Inilah agama monoteisme pertama di dunia.

Ketika Mekah belum dihuni oleh manusia dan bangunan Kakbah belum ditinggikan oleh Nabi Ibrahim, orang-orang Nusantara sudah tahu cara bertuhan. Meskipun itu sering disalahtafsirkan, disebut penganut animisme-dinamisme, dituduh penyembah berhaka, lalu dikafir-kafirkan.

Orang Nusantara tidak sebodoh itu dalam hal spiritualisme. Kalau mereka menghormati gunung, hutan, sungai, hewan, pohon, batu atau semua benda, itu karena mereka percaya akan perwujudan Tuhan yang mengejawantah pada setiap benda. Bahkan karena sangat tolerannya, orang Nusantara pun menghormati makhluk-makhluk halus, misal dengan mengucapkan salam ketika melewati atau memasuki wilayah asing dan angker.

Orang Nusantara sebetulnya juga lebih canggih dalam memahami Tuhan. Tuhan tidak seperti yang diimajinasikan manusia, misal duduk di singgasana, gampang cemburu, gampang tersinggung, lalu murka kalau nggak disembah, lalu menghukum dengan mengirim berbagai bencana alam.

Jadi lucu jika ada yang membusungkan dada merasa paling paham tentang Tuhan, padahal semua itu cuma tuhan konstruksi (al ilah al mahluk fi al i'tiqad) bahkan Tuhan yang diciptakam dalam keyakinan (al ilah al makhluk fi al i'tiad). Allah pun berfirman, "Aku sesuai persangkaan hambaKu!"

Itulah kenapa Agama Kapitayan tidak pernah merendahkan atau melecehkan cara orang lain beragama, beribadah dan bertuhan. Mereka menghargai manusia berdasarkan perilaku dan kinerjanya, bukan berdasarkan simbol-simbol agamanya.

Doktrin-doktrin kitab suci memang telah memasung akal pikiran banyak manusia, di mana mereka kemudian menerima dan menganggapnya sebagai kebenaran mutlak. Padahal kitab itu tetaplah ditafsirkan dan dijabarkan menurut akal si pentafsir. Dalam hal ini yang sebetulnya diikuti tetaplah "akal" sebatas kekuatan daya pikir si penafsir. Jadi kemungkinan salah tetap ada. Tetapi tentu saja ini tidak berlaku bagi orang kepala batu yang sekalugus besar kepala.

Sebelumnya ada peradaban Paleoliticum. Mesoliticum, Neoliticum dan Megaliticum. Agama Ibrahim lahir pada zaman megaliticum, batu muda akhir. Oleh karena itu, maka simbol menghadap tuhannya juga dari batu. Ada batu tegak palus zaman Palistik, ada Dom of Rock, ada batu kubus segi empat, dll.

Andaikata agama lahir di era artificial Intelligence, era robot, maka konstruksi tentang agama dan Tuhan pun kemungkinan besar akan lain pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun