Dalam keadaan terdesak Krishna sempat melakukan tiwikrama, berubah menjadi raksasa dan hendak menghancurkan Kurawa. Batara Narada segera hadir mencegahnya, dan menjelaskan bahwa menurut Serat Jitabsara, perang Baratayuda memang harus terjadi. Itu sudah menjadi kehendak Sang Hyang Widhi.
Krishna sadar dan mengurungkan niat tersebut. Namun dengan kecerdikannya, ia berusaha tetap 'cawe-cawe'. Ia harus berpihak.
Sedkit demi sedikit ia mencoba melemahkan posisi Kurawa, misalnya yang paling mencolok adalah dengan membujuk Karna agar beralih memihak Pandawa. Alasannya karena Karna sesungguhnya adalah saudara tua Pandawa.
Karna yang memiliki pusaka paling dasyat itu menolak bujukan Krishna. Ia sadar bahwa dirinya telah banyak berhutang budi kepada Duryodhana, sehingga ia tetap memilih untuk berpihak kepada Kurawa, sekalipun ia tahu itu pihak yang salah. Betapa pun juga, ia adalah orang yang sangat paham akan kewajiban balas budi.
Sementara itu, Sangkuni sebagai sosok jenius dalam memanipulasi situasi dan juga ahli retorika, sebetulnya hanya memanfaatkan situasi demi kepentingan pribadi, yakni melampiaskan dendam kesumatnya kepada keluarga Kuru, terutama Bhisma dan Yudhishthira.
Sangkunilah yang berperan besar dalam menciptakan segala konflik dan kekacauan.
Kitab Mahabharata menceritakan bahwa Sri Krishna merupakan reinkarnasi dari Dewa Wisnu yang menyamar sebagai seorang penggembala yang mahir bermain seruling, tapi memiliki keluasan dan kedalaman ilmu, sehingga mampu untuk selalu bersikap arif bijaksana.
Di kemudian hari, sebagai pemimpin yang disegani dan dicintai oleh rakyatnya, tentu ia tidak bisa tinggal diam menyaksikan pertikaian antara Pandawa dan Kurawa.
Kehancuran sudah di depan mata. Dalam perang Baratayuda yang tak terhindarkan, Krishna berperan sebagai penasehat Pandawa. Di medan Khurukasetra, ia juga rela menjadi
kusir kereta perang Arjuna.
Krishna sebagai pelindung yang mengayomi tokoh-tokoh yang memiliki sifat baik, benar, adil, merasa wajib menjaga dan memelihara keseimbangan alam semesta.
Dalam sebuah kajian yang menggunakan prinsip hermeneutik, tokoh Krishna yang hidup berreinkarnasi di berbagai jaman tersebut dipandang sebagai simbol raja binathara (dewa raja) dan raja pinandhita (pendeta raja).
Krishna tampil sebagai raja binathara memiliki sifat benar, tegas dan adil. Di saat lain ia tampil sebagai raja pinandhita bersifat arif (wicaksana) dan mengayomi.