Hidup tumbuhnya anak-anak itu terletakÂ
di luar kecakapan dan kehendak kita kaum pendidik.
Kita kaum pendidik hanya dapat menuntunÂ
tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu,Â
agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya)Â
hidup dan tumbuhnya itu.
Analogi Sang Petani
Sesekali waktu tentu kita pernah menikmati pemandangan sawah dengan tanaman padi yang hijau, menghampar luas bak permadani di bumi pertiwi. Siapa sosok yang begitu berjasa di balik tumbuh suburnya tanaman padi tersebut? Jawabnya tentulah para petani. Apa yang dilakukan oleh petani supaya padi yang ia tanam tumbuh subur dan menghasilkan panen yang melimpah? Banyak hal yang dilakukan oleh sang petani. Mulai dari membajak dan mengolah sawah supaya siap untuk ditanami, memilih benih padi yang sesuai, mengatur pengairan, mengusir hama penganggu, memberi pupuk dan suplemen tanaman serta tanah, dan sebagainya.
 Setelah bekerja keras mengolah sawah, apakah sang petani bisa menjamin bahwa tanaman padinya 100% pasti akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan panen yang maksimal? Tentulah tidak. Yang dilakukan sang petani adalah berusaha mempersiapkan segala sesuatu yang dapat mendukung tumbuh kembangnya padi yang ia tanam. Namun, ia tidak akan mampu mengubah kodrat tumbuh kembang tanaman padi tersebut. Ia tetap mengikuti "ritme alamiah" tumbuh kembangnya tanaman padi. Jika kebetulan sang petani mendapat benih padi bibit unggul, maka ia tetap juga melakukan banyak hal supaya padi bibit unggulnya dapat berkembang dengan baik. Namun, jika ia ternyata mendapatkan benih padi yang biasa-biasa saja, maka hal itu berarti ia harus bekerja lebih keras lagi supaya mendapatkan hasil panen yang maksimal. Selain benih, masih banyak lagi faktor-faktor atau variabel-variabel yang secara langsung maupun tidak langsung akan sangat berpengaruh. Misalnya, keadaan cuaca, harga pupuk, jenis hama pengganggu, pola pengairan, curah hujan, lokasi sawah, dan lain-lain.
Pendek kata, yang bisa dilakukan oleh sang petani ketika menanam padi adalah tidak lebih dari berusaha semaksimal mungkin agar padi yang ia tanam tumbuh dengan baik. Ia melakukan berbagai hal, baik secara tradisonal maupun modern-ilmiah, untuk memperkuat faktor pendukung dan meminimalisir faktor pengganggu supaya mendapatkan hasil panen padi yang memuaskan. Tetapi sekali lagi, ia tidak dapat mempengaruhi kodrat alam dari tumbuh kembang padi tersebut.
Guru: Sang Bintang Penuntun
Analogi sang petani sebagaimana dideskripsikan di atas pernah diulas oleh Ki Hadjar Dewantara di dalam tulisannya mengenai dasar-dasar pendidikan. Guru, atau kaum pendidik, layaknya seperti sang petani yang sedang mengolah dan menanam padi di sawah. Seperti halnya petani yang bekerja keras memperkuat faktor pendukung dan meminimalisir faktor pengganggu supaya mendapatkan hasil panen padi yang memuaskan, guru pun melakukan hal yang demikian dengan "media tanam" yang berbeda, yaitu dunia pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa dunia pendidikan hanya suatu tuntunan dalam tumbuh kembang hidup anak-anak. Namun, kaum pendidik tidaklah dapat mempengaruhi kodrat alam dari tumbuh kembangnya anak-anak. Mereka (anak-anak) bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alam masing-masing. Adapun yang dilakukan oleh para pendidik adalah mencurahkan segala daya upaya semaksimal mungkin untuk menuntun anak-anak, mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri anak-anak, supaya anak-anak benar-benar siap untuk hidup dan berkembang sesuai kodrat alamnya. Dengan demikian, dalam konteks ini ada dua hal yang memiliki hubungan saling mempengaruhi. Pertama, kodrat alam anak-anak itu sendiri. Kedua, keadaan di sekeliling anak-anak atau berbagai faktor (variabel) yang turut serta mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak.
Apabila merenungi nasihat bijak Ki Hadjar Dewantara tersebut, tersirat amanah luhur bagi para kaum pendidik. Meskipun kaum pendidik "hanya" melakukan tuntunan di dalam tumbuh kembangnya anak-anak, namun mereka (anak-anak) haruslah mendapat tuntunan terbaik supaya menjadi bertambah baik budi pekertinya. Di sinilah letak amanah luhur yang melekat pada sosok guru. Amanah luhur tersebut adalah menjadi bintang penuntun bagi para anak didiknya, yang dengan kebijakan, kebajikan, dan kemampuan yang dimiliki mengentaskan seseorang dari gelapnya kehidupan.
Tuntunan dari kaum pendidik diberikan kepada semua anak. Anak-anak yang memang dasarnya sudah baik, ia harus tetap dituntun agar semakin mantap budi pekertinya dan untuk menjaganya dari berbagai penyimpangan kelak di kemudian hari. Bagi anak-anak yang memiliki dasar yang tidak baik, maka tuntunan dari kaum pendidik mutlak diperlukan untuk menuntunnya menuju cahaya kebaikan supaya ia memiliki budi pekerti yang semakin bertambah baik.
Epilog : Penerang dalam Gulita
Guru adalah sang bintang penuntun menuju cahaya kebaikan. Kalimat ini sesuai dengan pengertian guru dalam bahasa Sansekerta, yaitu "Gu" yang berarti kegelapan dan "Ru" yang berarti cahaya. Dalam konteks ini saya kemudian teringat pada lirik lagu Jasamu Guru yang diciptakan M. Isfanhari berikut ini.
Guru bak pelita, penerang dalam gulita,Â
Jasamu tiada tara
Begitu besar jasa seorang guru sebagai sosok pendidik dan penuntun bagi para anak didiknya. Walaupun ia tidak bisa mengintervensi kodrat alam anak didiknya, namun dalam diri guru melekat amanah untuk selalu memberikan tuntunan dan menjaga mereka supaya memiliki budi pekerti yang baik. Guru dan para kaum pendidik seperti halnya sang petani, yang diberi amanah untuk bekerja keras mempersiapkan "lahan yang subur" untuk tumbuh dan berkembangnya "benih potensi dan budi pekerti" dalam diri manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H