Mohon tunggu...
TRI HANDITO
TRI HANDITO Mohon Tunggu... Guru - Kawulaning Gusti yang Mencoba Untuk Berbagi

Agar hatimu damai, tautkankanlah hatimu kepada Tuhanmu dengan rendah hati.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membumi di Masa Pandemi (Refleksi Peringatan Hari Guru 2020)

25 November 2020   05:59 Diperbarui: 25 November 2020   06:01 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) di masa pandemi ini, banyak orang tua yang mengeluh dan berkata : “Ternyata susah ya menjadi guru?” Tulisan berikut ini menjadi refleksi atas peran seorang guru, tidak hanya dalam proses pendidikan, namun juga di dalam kehidupan manusia.  Sebagai pembuka, mari kita renungkan bersama buah fikir dari dua tokoh pendidikan, Michael G. Fullan dan Ki Hadjar Dewantara, berikut ini.

Educational change depends on what teachers do and think (Michael G. Fullan)

Pernyataan dari Michael G. Fullan, seorang ahli reformasi pendidikan dan mantan dekan Ontario Institute for Studies in Education (OISE), bagi saya sebagai orang yang sedang belajar menjadi guru terasa begitu berat. Bagaimana tidak? Pernyataan tersebut seolah menyiratkan makna bahwa maju atau mundurnya pendidikan tergantung pada “what teacher do and think.” Kata kuncinya adalah do dan think – apa yang dilakukan oleh guru dan apa yang difikirkan oleh guru -. Apabila dikaitkan dengan kompetensi guru, maka hal tersebut berarti keterampilan seorang guru dan pengetahuan seorang guru. Dua hal itu, keterampilan dan pengetahuan guru, menjadi kata kunci untuk membuat perubahan yang lebih baik dalam pendidikan.

Secara lebih mendasar, Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa :

Pendidikan tidaklah sekedar “laku pembangunan”, namun merupakan “perjuangan” pula.

Menurut beliau, pendidikan adalah usaha kebudayaan, berazas keadaban, yang berupa “laku perjuangan” dalam rangka memajukan hidup untuk mempertinggi derajad kemanusiaan. Perjuangan tersebut bisa dilakukan dengan dua jalan, menggempur serta membangun. Menggempur berbagai hambatan dalam proses pendidikan dan membangun sesudah semua hambatan bisa diatasi. Menggempur dan membangun inilah yang menjadi kunci utama dalam perjuangan pendidikan dalam rangka memanusiakan manusia melalui upaya  mempertinggi derajad kemanusiaan.

Pernyataan Michael G. Fullan dan Ki Hadjar Dewantara tadi semakin meneguhkan bahwa guru adalah sebuah tugas mulia. Menjadi seorang guru berarti siap untuk memikul amanah mewujudkan tujuan pendidikan, memanusiakan manusia. Guru, dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya harus mampu berjuang membuat perubahan yang lebih baik. Perubahan tersebut haruslah perubahan yang semakin meninggikan derajad manusia. Menjadi guru sejatinya adalah pejuang. Pejuang yang memegang azas keadaban untuk memanusiakan manusia.

Guru berasal dari dua suku kata dalam bahasa Sansekerta. yaitu Gu yang berarti kegelapan dan Ru yang berarti cahaya. Dapat kita lihat di sini bahwa ada dua hal yang berlawanan namun disatukan dalam sebuah kata, kegelapan dan cahaya. Guru adalah cahaya dalam kegelapan. Guru adalah penerang dalam gulita. Namun, cukupkah sampai di sini saja? Apakah tugas seorang guru sekedar penerang dalam kegelapan saja? Tentu tidak ! Cahaya tersebut haruslah menjadi cahaya penuntun dari gelap dan sesatnya kehidupan menuju ke arah pencerahan. Cahaya yang dimiliki seorang guru haruslah laksana bintang penuntun penunjuk arah bagi siapa saja yang tersesat. Guru, dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya harus mampu menjadi cahaya penuntun ke arah kehidupan yang lebih baik, yaitu mempertinggi derajad kemanusiaan.

Lalu, siapakah yang disebut guru? Tentu analogi kita akan langsung tertuju pada rekan-rekan pendidik di sekolah formal dari jenjang pendidikan pra sekolah sampai dengan pendidikan tinggi. Mereka adalah orang-orang yang secara formal terdidik dan terlatih menjadi seorang guru. Namun, kadang kita jumpai juga orang-orang di sekitar kita di mana mereka bukan guru (secara formal) - tidak pernah mencicipi barang sedikitpun teori pendidikan dan beragam teori tentang model pembelajaran -  namun dengan begitu baik mampu menerapkan nilai-nilai pendidikan dan menerjemahkan “laku perjuangan pendidikan Ki Hadjar Dewantara” dalam kehidupan mereka, paling tidak kepada anak-anak mereka.

Ternyata, sejatinya "guru" bukan sekedar gelar yang disandang bagi mereka yang berprofesi sebagai guru secara formal. Namun, guru adalah gelar yang layak diberikan kepada siapapun yang berjuang untuk mempertinggi derajad kemanusiaan dengan memegang tegus azas keadaban. Guru adalah predikat yang disematkan kepada siapapun yang menjadi bintang penuntun dari gelap dan sesatnya kehidupan menuju ke arah pencerahan.

Jadi, sadarkanlah bahwa setiap kita adalah guru. Guru bagi anak-anak kita dan guru bagi orang-orang di sekitar kita. Kesadaran bahwa kita sebagai guru hendaknya harus terus digemakan. Mengutip kata Paulo Fraire, kesadaran diri tidak sekedar berhenti pada tahap refleksi, namun harus menjelma pada perjuangan aksi nyata yang akan selalu direfleksikan sebagai proses timbal balik yang berkesinambungan. Maka guru, bukan sekedar profesi belaka. Peran sebagai guru tidak sekedar berhenti sebagai bahan refleksi saja. Namun, guru adalah sebuah pengabdian dan perjuangan nyata untuk mempertinggi derajad kemanusiaan.

Terima kasih Guru,

Terima Kasih Pahlawan Pembangun Insan Cendekia.

Inspirasi  Pustaka :

  • Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama Pendidikan, Cetakan IV Tahun 2011, diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa Yogyakarta.
  • Paulo Fraire.2008.Pendidikan Kaum Tertindas.Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun