Mohon tunggu...
krisnaldo Triguswinri
krisnaldo Triguswinri Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Lahir di Jambi, Sumatra, pada 24 Oktober 1996. Menempuh pendidikan pascasarjana di Daparteman Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, Semarang. Memiliki ketertarikan pada bidang kajian filsafat politik, kebijakan publik, ekonomi-politik, feminisme, dan gerakan sosial. Mengagumi para pemikir The New Left: dari Alain Badiou, Michel Foucault hingga Slavoj Zizek.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Marx, Opium, dan Agama

12 November 2020   12:05 Diperbarui: 12 November 2020   12:52 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fwww.youtube.com%2Fwatch%3Fv%3D6XbXAwqadUU&psig=AOvVaw0JtUBgkgaK7IovxkCH0VGT&ust=1605246410736000&source=images&cd=vfe&ved=0CAMQjB1qFwoTCLDksYen_OwCFQAAAAAdAAAAABAD

Tertinggal kontroversi yang menggap bahwa Marx adalah sosok yang anti-agama. Benarkah?

"Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people." Merupakan kalimat termasyhur yang pernah disampaikan oleh Marx. Kalimat tersebut bagi kebanyakan orang diasosiasikan sebagai kebencian Marx terhadap agama. Selain itu, akibat kesalahan adanya kekeliruan intepretasi terhadap kalimat tersebut berdampak pada asumsi bahwa Marx, Marxisme, dan The Left adalah sebuah doktrin ateisme.

Padahal bagi Marx agama yang bersifat candu merupakan sesuatu yang berbahaya bagi keadilan. Selain itu, bila ingin diperluas dan memasukkan sepktruk kajian marxisme dalam isu ini, di Amerika Latin bahkan basis dari perjuangan kelas dalam rangka membangkang terhadap gereja serta usaha melawan imperialisme Amerika adalah dengan agama. hal tersebut dikarenakan teologi pembebasan menjadi salah satu alat pembebasan dari kesengsaraan dan ketidakadilan.

Pernyataan Marx di atas merupakan pernyataan untuk menyampaikan bahwa agama sebagai ekspresi penderitaan masyarakat di bumi sekaligus protes terhadap penderitaan. Saat Marx masih hidup, yaitu di abad ke 19, opium atau candu adalah sesuatu yang bekonotasi positif karena mampu menyembuhkan pesakitan warga yang dihisap nilai-kerja-nya. Opium merupakan obat murah yang biasa diakses oleh kelas pekerja miskin saat itu sehingga dianggap bermanfaat bagi penyembuhan. Tidak seperti saat ini, bahwa opium berkonotasi negatif dan digunakan sebagai fasilitas untuk hal buruk lainnya.

Yang jarang diketahui banyak orang adalah bahwa Marx sangat menghargai eksistensi agama dalam kehidupan manusia sebagai sesuatu yang besar dan berpengaruh. Pada saat yang bersamaan pula Marx menganggap bahwa pengaruh agama yang besar tersebut dapat membentuk ilusi kebahagiaan di benak dan fikiran manusia. Selain itu, agama dapat menjadi semacam opium bagi orang-orang yang sakit di bawah sistem sosial dan ekonomi kapitalisme yang ekspolititif dan tak humanis. Agama bagi Marx juga dapat digunakan sebagai penyemangat yang dapat digunakan oleh kaum tertindas untuk melawam kelas di atasnya yang opresif.

MUntuk membuktikan bahwa marx tidak anti-agama, kita bisa mulai menganalisis basis filosofi Marx yang menjadi asal-usul perspektif kritis Marx terhadap beragam permasalahan. Marx adalah seorang materialis, materialisme secara umum adalah dalil filosofi Marx; dunia materia ada secara mandiri dari manusia atau mahluk lainnya yang memiliki kesadaran. Manusia adalah bagian dari alam, tetapi merupakan bagian yang istimewa. Dunia materi ini tidak berasal dari pikiran atau gagasan manusia. Sebaliknya, gagasan dan pikiran manusia yang justeru berasal atau diperoleh dari dunia material.

Dalil filosofi Marx ini berkorelasi dengan penemuan-penemuan di dunia yang sekarang menjadi sesuatu yang umum dan kita pelajari. Dalam pemikiran Marx dan Friedrich Engels, manusia adalah penghasil konsep dan ide-ide bagi hidup mereka melalui kekuataan produktifnya. Pemikiran, ide dan konsep berubah seiring dengan perubahan yang terjadi pada kondisi hidup dan hubungan-hubungan sosial mereka.

Marx menemukan sejarah perkembangan manusia, sebuah fakta yang sangat sederhana yang  melampui ideologi apapun. Bahwa umat manusia pertama-tama haruslah makan, minum, punya tempat untuk berlindung, dan memiliki pakaian untuk membungkus diri. Sebelum dapat 

Memberlangsungkan percakapan tentang politik, ilmu, kesenian, agama, dll. Itulah mengapa produksi materi sebagai alat untuk terus bertahan hidup yang kemudian menghasilkan tingkat perkembangan ekonomi tertentu manusia membentuk pondasi di mana institusi-institusi negara, konsepsi-konsepsi legal, kesenian, dan bahkan ide tentang agama itu tersusun dan kemudian terbentuk.

Oleh karena itu, ide-ide menyoal agama tersebut tertanam secara mendasar di dalam konsep marxisme, baik secara eksplisit maupun secara implisit, kendati pola ini berkarakter ganda. Di satu sisi, sebagai materialis yang konsisten, keyakinan agama dalam beragam bentuknya dikecualikan. Ide-ide agama sebagaimana ide-ide lainnya adalah produk sejarah dan produk sosial, artinya diproduksi oleh manusia. Di sisi lainnya, marxisme jelas menuntut penjelasan materialis dari agama; tidak bisa kita memandang agama sebagai murni fantasi, hayalan, atau kebetulan yang memikat benak dan batin manusia selama berabad-abad.

Yang sering terjadi terutama di negara-negara imperialis terhadap mereka yang pribumi adalah mengejek, mengolok-olok, atau meremehkan keyakinan agama sebagai tahayul belaka. Dalam marxisme, ini merupakan bentuk generalisasi yang tidak pada tempatnya. Marxisme, dalam analisisnya, membutuhkan metode untuk melihat akar sosial agama secara umum dan dalam keyakinan-keyakinan agama tertentu butuh sebuah pemahaman akar kebutuhan manusia baik secara sosial maupun psikologis.

Ketertarikan Marx terhadap agama diawali dengan munculnya kritik agama yang disampaikan oleh Bruno Bauer dan terutama oleh Ludwig Feuerbach. Di masa tersebut Marx menemukan relasi kotor antara gereja dengan otoritas kekuasaan di ranah agama dan politik eropa pada abad 19. Marx sadar dan gerah dengan fakta bahwa kaum elite menggunakan agama untuk memobilisasi rakyat demi kepentingan mereka sendiri.

Contoh aktual dan lokal berlangsung di Indonesia kala orde baru berkuasa dan menggunakan pola yang sama saat berlangsungnya tragedi G30S. pemerintah salah mengartikulasi bahwa komunisme sama dengan ateisme. Sehingga isu tersebut digunakan oleh pemerintah untuk memobilisasi massa agama untuk berhadapan dengan mereka yang diclaim komunis atau kiri. Hal tersebut pertama-tama tidak dikontekskan dalam kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Maka hal tersebut tidak berdasar pada doktrin (nilai moral) dan teologinya dan/atau tak melulu terkontakan dalam dikotomi pahala, dosa serta surga dan neraka. Tetapi kepentingan sosial dan politik yang diusung oleh rezim.

Oleh karena itu, persepsi yang buruk antara hubungan marxisme dan agama terjadi akibat pembacaan setengah-setengah atas sejarah yang ada. Sejarah perjumpaan marxisme dan agama tidak hanya terjadi di Eropa Timur, China, Kuba, Korea Utara, atau Rusia di masa Stalin. Represi dan penindasan terhadap kaum beriman bukanlah fenomena yang terjadi dalam masyarakat yang dipimpin oleh para marxist saja. Di awal masa revolusi rusia, kelompok bolshevik bahkan berhasil memikat simpatik kelompok muslim, berbeda dengan banyak pemahaman orang-orang marx justeru menentang pendapat apapun yang melarang agama.

Agama bagi para marxist seharunya menjadi urusan privat. kebebasan agama apapun haruslah diakui dan dilundingi di negara manapun terlepas dari apapun ideologinya. Sebab mereka yang memiliki keyakinan terhadap agama tidak mesti selalu fundamentalist atau reaksioner.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun