Mohon tunggu...
krisnaldo Triguswinri
krisnaldo Triguswinri Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Lahir di Jambi, Sumatra, pada 24 Oktober 1996. Menempuh pendidikan pascasarjana di Daparteman Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, Semarang. Memiliki ketertarikan pada bidang kajian filsafat politik, kebijakan publik, ekonomi-politik, feminisme, dan gerakan sosial. Mengagumi para pemikir The New Left: dari Alain Badiou, Michel Foucault hingga Slavoj Zizek.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Logika Pasar dan Kebijakan Publik

17 Juli 2019   08:00 Diperbarui: 17 Juli 2019   11:41 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Logika pasar menunjukan keberhasilannya berselingkuh dengan negara. Birokratisasi kapital akan menjadi kontradiksi dilematis pemerintah untuk menentukan sikap otoritatif antara mengabdi pada kepentingan masyarakat lintas kelas atau pada kepentingan modal. Transaksi meteril dari oportunisme pemangku kebijakan tentu berdampak pada persempitan demokratisasi. Tidak otonomnya pemerintah dalam mengambil keputusan kebijakan, berdampak pada perlambatan tibanya kesejahteraan sosial. Maka, logika pasar akan menjadi satu-satunya tuntunan tidak etis berbangsa dan bernegara.


Kebijakan Publik
Kebijakan publik paska reformasi birokrasi mengandaikan bahwa keterlibatan warga negara dalam upaya formulasi, implementasi hingga evaluasi kebijakan merupakan representasi ideal untuk menghindar dari dominsasi pasar.  

Partisipasi setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalu intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu terutama hukum untuk hak asasi manusia.

Keterbukaan harus dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga, dan informasi secara langsung dapat di akses oleh warga negara yang membutuhkan segala jenis informasi publik.

Civil society menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal pengambilan kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur pelaksanaan kebijakan.

Para pembuat kebijakan harus mempunyai prespektif populisme dan perspektif keadilan yang luas dan progresif sejalan dengan apa yang diperlukan untuk membangun kebijakan sosial.


Penutup
Warga negara harus memiliki pengetahuan dasar mengenai isu atau kebijakan yang beririsan langsung dengan hajat hidup mereka, sehingga isu dan kebijakan tersebut dapat terus menerus mereka pantau. 

Sebab hilangnya kendali terhadap isu-isu penting sama saja mengambil resiko dibajaknya demokrasi sosial dan kedaulatan rakyat oleh para demagog. Atau dalam arti lain, terjadinya pembusukan demokrasi yang perlahan berubah menjadi teknokrasi otoriter.

Kembalikan konsepsi primer kebijaksanaan negara sebagai kitab suci yang menuntun diproduksinya kebijakan publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun