Mohon tunggu...
Trifena Oktavia Chuwiarco
Trifena Oktavia Chuwiarco Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2021

Halo! Saya Fena, anak bungsu yang sangat suka bakso Malang!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jurnalisme Warga di Indonesia, Benarkah Menjadi Angin Segar Demokrasi?

17 Desember 2023   20:36 Diperbarui: 18 Desember 2023   20:31 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tahun politik saat ini, pernahkah kita mendapati sebuah media yang memberitakan informasi yang memiliki kesan berpihak kepada satu pihak saja? Entah berpihak pada “si senior”, “si pemula” dan lain sebagainya? 

Pernah kita berpikir bahwa hal tersebut merupakan salah satu tantangan media masa kini? 

Hal tersebut tentu tidak akan bisa terlepas dari adanya kepentingan ekonomi hingga politik yang dimiliki oleh konglomerat media. Dengan melihat konteks media di Indonesia, perlu dipahami bahwa media-media besar (yang sering dikenal media mainstream) dipimpin oleh sangat sedikit orang. 

Lalu apa pengaruhnya? Dengan sedikitnya jumlah ‘penguasa’ di media, maka semakin besar pula pengaruhnya dalam ideologi yang coba ditanamkan oleh pemilik media tersebut. 

Media tentu tidak dapat hidup hanya dengan mencari, mengumpulkan, mengolah dan mendistribusikan berita. Terdapat banyak kebutuhan dana yang diperlukan oleh media. Hal ini semata-mata agar membuat media dapat tetap survive

AWAL KEHADIRAN JURNALISME WARGA

Merespon kekurangan media profesional, seiring dengan perkembangan internet, muncullah sebuah istilah baru dalam dunia jurnalistik, yakni jurnalisme warga (citizen journalism). Istilah ini memiliki makna bahwa warga masyarakat yang bukan merupakan jurnalis profesional, dimungkinkan untuk merekam dan melaporkan peristiwa, dengan gaya khas yang dimiliki (Allan, 2014, dalam Eddyono, 2019, h. 2). Jurnalisme warga memungkinkan masyarakat yang memiliki kemampuan terbatas dalam menulis dapat mengunggahnya dalam berbagai media profesional yang menerima atau bersifat independen seperti blog. 

Diketahui, sebelumnya telah banyak media-media besar yang memungkinkan adanya partisipasi warga dalam pemberitaan yang dilakukan kepada warga. Adanya website Kompasiana oleh Kompas, NET CJ yang seringkali ditampilkan di NET TV, Metro TV yang dikenal dengan Wide Shot, Tempo.co dengan Tempo SMS hingga Indonesiana sebagai wadah masyarakat menginformasikan beragam konten. 

Biasanya, konten jurnalisme warga akan ditampilkan pada kanal tersendiri, seringkali jika memiliki modal besar, dapat dijadikan sebagai unit bisnis tersendiri, misalnya Kompasiana. 

Sumber: Pixabay
Sumber: Pixabay

LEBIH DALAM TENTANG JURNALISME WARGA

Jurnalisme warga sendiri memiliki berbagai istilah lain yang cukup terkenal. Beberapa diantaranya adalah grassroot journalism, alternative journalist, participatory journalism dan lain sebagainya. Pada intinya, jurnalisme warga memungkinkan adanya beragam informasi yang dikumpulkan, disusun hingga disebarkan oleh warga. Ini menjadi menarik, karena ini berarti akses terhadap penyebaran informasi kepada masyarakat kini semakin terbuka luas untuk banyak orang. 

Kemajuan ini tentu tidak terlepas seiring dengan perkembangan teknologi. Menurut Campbell (2014, dalam Eddyono, 2019, h. 6), warga dalam praktik jurnalisme terbagi menjadi dua hal yaitu jurnalisme sebagai praktik kewarganegaraan dan jurnalisme untuk kewarganegaraan. Jurnalisme untuk kewarganegaraan dilihat sebagai model klastik yang lebih berfokus pada bagaimana media menyediakan informasi yang beragam dan mencerahkan publik. Sedangkan, jurnalisme sebagai  praktik kewarganegaraan lebih melihat bahwa jurnalisme merupakan wahana bagi warga dalam menikmati informasi secara aktif. 

Semakin berjalannya waktu, jurnalisme warga ini telah memindahkan otoritas pengguna informasi dari ranah institusi ke ranah individu atau komunitas (Widodo, 2020, h.112). Bahkan, jurnalisme warga pun menjadi sumber tambahan dari jurnalis dengan menggabungkan dengan fakta yang ada. 

Namun, sayangnya jurnalisme warga memiliki beberapa kekurangan yang cukup signifikan. Beberapa diantaranya adalah terkait sumber daya yang terbilang minim dalam memberikan berita yang bisa dipercaya. Hal ini pun bukan hanya terkait skill  ataupun workshop yang harus didapatkan, namun juga koneksi dan akses ke informasi selayaknya yang didapatkan jurnalis profesional. Selanjutnya adalah pentingnya pelatihan profesional yang seharusnya didapatkan oleh jurnalis warga dalam mengumpulkan berita. Banyaknya hal-hal mendetail yang berkaitan dengan etika seharusnya diketahui oleh jurnalis warga pula (Widodo, 2020, h.67). 

Lalu saat ini, apakah masih terdapat jurnalisme warga yang eksis di Indonesia?

Tentunya ada. 

PROJECT MULTATULI SEBAGAI ANGIN SEGAR

Project Multatuli namanya. Project multatuli adalah sebuah gerakan jurnalisme publik yang membuka peluang bagi warga bahkan orang terpinggirkan untuk mengawasi kekuasaan. Project multatuli fokus dalam menyuarakan mereka yang menderita, seperti kaum miskin perkotaan, pedesaan, korban diskriminasi seksual dan gender, masyarakat adat dan ketidakadilan sistematik sejak zaman dulu (Nehe, 2023, h. 124). 

Project multatuli memperlihatkan komitmennya sebagai media yang memberikan pelayanan kepada publik, seperti adanya keterlibatan publik dalam konsep jurnalisme publik. Hal ini dapat dicapai dengan adanya sistem membership yang menekankan kolaborasi media dan berbagai organisasi dengan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan sosial, keberlanjutan bumi dan lain sebagainya. 

Ini tentu menjadi angin segar yang baik untuk pemberitaan dan penyebaran informasi di Indonesia. Harapannya jurnalisme-jurnalisme warga lainnya dapat senantiasa berkembang dan menjadi pemberita ‘murni’ tanpa adanya intervensi dari manapun.

Sumber : 

Eddyono, A. S., Faruk, H. T., & Irawanto, B. (2019). Menyoroti Jurnalisme Warga: Lintasan Sejarah, Konflik Kepentingan, Dan Keterkaitannya Dengan Jurnalisme Profesional. Jurnal Kajian Jurnalisme, 3(1), 1-17.

Nehe, R. K. (2023). Gerakan Jurnalisme Warga Project Multatuli. Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi Communique, 6(1), 122-135.

Widodo, Y. (2020). Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta : Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun