Di tahun politik saat ini, pernahkah kita mendapati sebuah media yang memberitakan informasi yang memiliki kesan berpihak kepada satu pihak saja? Entah berpihak pada “si senior”, “si pemula” dan lain sebagainya?
Pernah kita berpikir bahwa hal tersebut merupakan salah satu tantangan media masa kini?
Hal tersebut tentu tidak akan bisa terlepas dari adanya kepentingan ekonomi hingga politik yang dimiliki oleh konglomerat media. Dengan melihat konteks media di Indonesia, perlu dipahami bahwa media-media besar (yang sering dikenal media mainstream) dipimpin oleh sangat sedikit orang.
Lalu apa pengaruhnya? Dengan sedikitnya jumlah ‘penguasa’ di media, maka semakin besar pula pengaruhnya dalam ideologi yang coba ditanamkan oleh pemilik media tersebut.
Media tentu tidak dapat hidup hanya dengan mencari, mengumpulkan, mengolah dan mendistribusikan berita. Terdapat banyak kebutuhan dana yang diperlukan oleh media. Hal ini semata-mata agar membuat media dapat tetap survive.
AWAL KEHADIRAN JURNALISME WARGA
Merespon kekurangan media profesional, seiring dengan perkembangan internet, muncullah sebuah istilah baru dalam dunia jurnalistik, yakni jurnalisme warga (citizen journalism). Istilah ini memiliki makna bahwa warga masyarakat yang bukan merupakan jurnalis profesional, dimungkinkan untuk merekam dan melaporkan peristiwa, dengan gaya khas yang dimiliki (Allan, 2014, dalam Eddyono, 2019, h. 2). Jurnalisme warga memungkinkan masyarakat yang memiliki kemampuan terbatas dalam menulis dapat mengunggahnya dalam berbagai media profesional yang menerima atau bersifat independen seperti blog.
Diketahui, sebelumnya telah banyak media-media besar yang memungkinkan adanya partisipasi warga dalam pemberitaan yang dilakukan kepada warga. Adanya website Kompasiana oleh Kompas, NET CJ yang seringkali ditampilkan di NET TV, Metro TV yang dikenal dengan Wide Shot, Tempo.co dengan Tempo SMS hingga Indonesiana sebagai wadah masyarakat menginformasikan beragam konten.
Biasanya, konten jurnalisme warga akan ditampilkan pada kanal tersendiri, seringkali jika memiliki modal besar, dapat dijadikan sebagai unit bisnis tersendiri, misalnya Kompasiana.