Mohon tunggu...
Tri Atmoko
Tri Atmoko Mohon Tunggu... -

saya merupakan ბгаи9 уайБ suka dengan tantangan .... itч. halnya sმყმ butuh kepedulian Uიтцк mrngembangkan bakat .

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Tiwul Paleng Enak ݪª bikinan mbok YuTum asli Jogja . ayo kita kenali tiwul sing melegenda iki ...

1 November 2014   14:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:57 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

saya dari Jogja asli ingin mengulas sedikit pengalaman saya ketika tahu tiwul terkenal sampai saay ini .kompasioner bisa simak.Tekstur pulen dan lembut,
ditambah inovasi bermacam rasa,
membuat thiwul tak lagi jadi
makanan kelas dua. Statusnya
berubah, yang semula menjadi
makanan jaman penjajahan, kini
menjadi buruan wisatawan.
"orang bilang tanah kita tanah
surga,
tongkat kayu dan batu jadi
tanaman"
Foto (7)
Lirik lagu Kolam Susu yang
dilantunkan oleh Koes Plus tadi
sepertinya tepat untuk
melukiskan Gunungkidul.
Perbukitan tandus dipenuhi
batuan karst menjadi
pemandangan jamak di
sebagian besar wilayahnya.
Namun, bukan berarti
penduduk di sini kehilangan
akal untuk memenuhi
kebutuhan perut. Dengan
menancapkan batang singkong
atau ketela pohon (Manihot) di
tanah bebatuan, penduduk
Gunungkidul bisa memanen
hasilnya lalu mengolah menjadi
makanan bernama thiwul .
Dibawa dari Brazil dan
diperkenalkan oleh orang
Portugis ke Nusantara di abad
16, singkong cocok ditanam di
Gunungkidul yang tandus.
Thiwul pernah menjadi
makanan pokok Gunungkidul di
era penjajahan Jepang sebagai
pengganti beras yang sulit
didapat. Sifatnya yang
mengembang ketika sampai di
perut membuat si penyantap
menjadi cepat kenyang, hal itu
menguntungkan di jaman
penjajahan yang situasinya
serba susah.
Kini, thiwul bukan lagi makanan
pokok Gunungkidul, posisinya
berganti menjadi kudapan atau
jajanan pasar. Salah satu
penjual thiwul yang legendaris
adalah Tumirah. Sudah 28
tahun sejak tahun 1985, Yu
Tum, panggilan akrabnya,
menjual thiwul . Berawal dari
berjualan keliling kampung,
saat ini Yu Tum yang usianya
hampir sepuluh windu sudah
mempunyai 3 gerai yang
ditangani oleh menantunya.
Gerai sekaligus dapur
utamanya terletak di Jalan
Pramuka no.36, sebelah Balai
Desa Wonosari. Meninggalkan
stigma panganan jaman
Jepang, thiwul semakin dilirik
para pelancong yang
berkunjung ke Gunungkidul.
Thiwul Yu Tum memang
istimewa. Tumbukan gapleknya
halus, sehingga bila matang
ditanak terasa lembut di mulut,
mirip tekstur roti. Selain itu, Yu
Tum juga menambahkan gula
Jawa sebagai pemanis.
Sementara parutan kelapa
yang menjadi pendamping
setianya, semakin menambah
rasa gurih. Paduan yang pas!
thiwul bisa dinikmati langsung
sebagai kudapan, bisa juga
dijadikan nasi yang disantap
bersama sambal bawang dan
sayur lombok ijo. Lauk gathot
dan belalang goreng khas
Gunungkidul pun bisa jadi
alternatif pilihan. Semuanya
tersedia di tempat Yu Tum. Ada
juga thiwul rasa keju dan
coklat yang harus dipesan
terlebih dahulu untuk bisa
mencicipnya.
Cara membuat thiwul adalah
dengan menjemur umbi ketela
pohon sampai menjadi gaplek
(singkong kering), kemudian
menumbuknya hingga hancur,
dan terakhir dikukus. Sampai
sekarang, Yu Tum masih
memakai tungku tradisional
berbahan bakar kayu yang
disebut luweng, kuali dari
logam, dan kukusan kerucut
dari bambu. Ciri pawon
tradisional Jawa yang kini telah
jarang ditemui. Hal ini tetap
dipertahankan untuk selalu
menjaga citarasa hasil
olahannya. Sementara kukusan
berbentuk kerucut difungsikan
untuk mencetak thiwul yang
berbentuk gunungan. Bila ingin
membawa pulang sebagai buah
tangan, Yu Tum telah
menyiapkan besek bambu untuk
membungkus gunungan thiwul .
Selain thiwul , Yu Tum juga
mengolah ketela menjadi
beberapa makanan lain. Sebut
saja gathot, keripik, dan yang
terbaru adalah gethuk goreng.
Tersedia pula thiwul instan
yang bisa dikukus sendiri di
rumah. Kemampuan penduduk
Gunungkidul mengolah hasil
buminya memang luar bisa.
Meskipun cenderung tandus
dan sulit ditanami, terbukti
tetap menghasilkan makan
lezat nan bergizi.
Gunungkidul memang tanah
surga, tongkat dan batu bisa
disulap jadi tanaman. Jangan-
jangan Yok Koeswoyo sang
pencipta lagu Kolam Susu itu
mendapat inspirasi dari thiwul
Gunungkidul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun