Jakarta, 20 Desember 2024 – Suhu panas yang semakin tinggi bukan hanya jadi masalah bagi para ilmuwan atau aktivis perubahan iklim, tetapi juga bagi perempuan yang menjalani kehidupan sehari-hari. Gelombang panas yang terus melanda beberapa kota besar di Indonesia, dengan suhu yang terkadang mencapai lebih dari 45°C, memaksa perempuan untuk beradaptasi dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Perempuan di Tengah Teriknya Matahari
Bagi banyak perempuan, suhu ekstrem bukan sekadar berita dari media atau masalah teknis. Ini adalah kenyataan yang mereka hadapi setiap hari, mulai dari yang bekerja di luar ruangan hingga yang mengurus rumah tangga. Di Jakarta, Surabaya, dan banyak kota lainnya, perempuan yang bekerja sebagai pedagang kaki lima, buruh, atau petani harus bertahan di tengah teriknya matahari.
“Kalau pagi-pagi masih bisa sedikit nyaman, tapi mulai siang, panasnya luar biasa. Saya kadang nggak tahu lagi harus bertahan gimana. Sambil jualan, harus hati-hati supaya nggak pingsan karena dehidrasi,” kata Siti, seorang pedagang kaki lima di Jakarta.
Bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, seperti Siti, panas ekstrem ini meningkatkan risiko kelelahan, dehidrasi, bahkan heat stroke. Tetapi, perempuan juga harus terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Sementara itu, perempuan yang merawat anak dan orang tua di rumah juga harus menemukan cara untuk menjaga keluarga tetap sehat di tengah suhu yang semakin panas.
Bertahan dengan Cara Sederhana
Meskipun terpapar panas ekstrem, banyak perempuan yang berusaha mencari cara untuk bertahan. Di daerah-daerah seperti Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur, perempuan petani telah mulai beradaptasi dengan memilih tanaman yang lebih tahan terhadap panas, seperti jagung tahan kekeringan dan kacang panjang. Bukan hanya itu, mereka juga menggunakan metode bertani yang lebih hemat air, karena musim kemarau semakin panjang.
“Sekarang kami mulai tanam jagung yang nggak butuh banyak air. Kalau dulu saya selalu bergantung pada irigasi, sekarang harus lebih bijak. Kalau nggak, bisa gagal panen,” ungkap Maya, seorang petani dari Jawa Tengah.
Di kota, meskipun suhu panas terasa membakar, perempuan di komunitas padat penduduk juga menemukan cara untuk menjaga suhu rumah tetap sejuk. Beberapa dari mereka memanfaatkan bahan sederhana, seperti kain basah yang digantung di jendela atau menanam tanaman hijau di sekitar rumah untuk mendinginkan udara.
Inovasi Perempuan untuk Rumah yang Sejuk
Selain itu, perempuan juga mulai memanfaatkan teknologi sederhana untuk mengurangi panas di rumah. Di beberapa daerah, perempuan yang tinggal di daerah dengan akses listrik terbatas mulai memasang panel surya untuk menghemat biaya dan menjaga rumah tetap sejuk, meskipun suhu luar terasa seperti oven.
“Panel surya ini sangat membantu. Selain bisa menghemat listrik, rumah juga jadi lebih sejuk. Saya nggak perlu lagi takut listrik mati atau kebakaran karena suhu yang terlalu panas,” kata Lilis, ibu rumah tangga di salah satu kawasan kumuh di Jakarta.
Pentingnya Dukungan untuk Perempuan
Namun, meskipun banyak perempuan yang berusaha beradaptasi dengan cara mereka sendiri, mereka masih membutuhkan dukungan lebih banyak agar bisa bertahan lebih lama. Banyak perempuan di komunitas ini yang belum memiliki akses ke pelatihan atau teknologi yang dapat membantu mereka beradaptasi dengan perubahan iklim yang semakin ekstrem.
Para ahli menyarankan agar pemerintah dan organisasi non-pemerintah memberikan pelatihan bagi perempuan, terutama yang tinggal di daerah terpencil, mengenai cara bertani yang lebih efisien atau penggunaan teknologi ramah lingkungan. Hal ini akan membantu mereka tidak hanya bertahan hidup, tetapi juga berkembang di tengah cuaca yang semakin sulit diprediksi.
Kesimpulan: Perempuan Sebagai Kekuatan yang Tak Terlihat
Panas ekstrem bukan hanya soal suhu yang lebih tinggi. Ini adalah tantangan nyata yang dihadapi perempuan setiap hari, dari bekerja di luar ruangan hingga mengurus rumah tangga. Namun, dalam keterbatasan, perempuan telah menunjukkan daya tahan dan ketangguhan yang luar biasa. Dengan kreativitas dan semangat juang yang tinggi, mereka mencari solusi sederhana namun efektif untuk mengatasi cuaca yang semakin panas.
Di tengah tantangan besar ini, peran perempuan tak hanya sebagai penerima dampak, tetapi juga sebagai pelaku perubahan. Masyarakat dan pemerintah harus lebih mendukung perempuan dengan memberikan akses ke pelatihan, teknologi, dan sumber daya yang mereka butuhkan agar bisa lebih tangguh dalam menghadapi perubahan iklim. Hanya dengan memberikan dukungan yang tepat, kita bisa memastikan perempuan tetap bisa menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih baik, meski suhu terus meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H