Mohon tunggu...
tri diva wahyu w
tri diva wahyu w Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Malang

konten pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perempuan Sehari-hari Hadapi Panas Ekstrem : Ketangguhan di Tengah Krisis Iklim

20 Desember 2024   08:35 Diperbarui: 20 Desember 2024   08:34 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jakarta, 20 Desember 2024 – Suhu panas yang semakin tinggi bukan hanya jadi masalah bagi para ilmuwan atau aktivis perubahan iklim, tetapi juga bagi perempuan yang menjalani kehidupan sehari-hari. Gelombang panas yang terus melanda beberapa kota besar di Indonesia, dengan suhu yang terkadang mencapai lebih dari 45°C, memaksa perempuan untuk beradaptasi dengan cara yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Perempuan di Tengah Teriknya Matahari

Bagi banyak perempuan, suhu ekstrem bukan sekadar berita dari media atau masalah teknis. Ini adalah kenyataan yang mereka hadapi setiap hari, mulai dari yang bekerja di luar ruangan hingga yang mengurus rumah tangga. Di Jakarta, Surabaya, dan banyak kota lainnya, perempuan yang bekerja sebagai pedagang kaki lima, buruh, atau petani harus bertahan di tengah teriknya matahari.

“Kalau pagi-pagi masih bisa sedikit nyaman, tapi mulai siang, panasnya luar biasa. Saya kadang nggak tahu lagi harus bertahan gimana. Sambil jualan, harus hati-hati supaya nggak pingsan karena dehidrasi,” kata Siti, seorang pedagang kaki lima di Jakarta.

Bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, seperti Siti, panas ekstrem ini meningkatkan risiko kelelahan, dehidrasi, bahkan heat stroke. Tetapi, perempuan juga harus terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Sementara itu, perempuan yang merawat anak dan orang tua di rumah juga harus menemukan cara untuk menjaga keluarga tetap sehat di tengah suhu yang semakin panas.

Bertahan dengan Cara Sederhana

Meskipun terpapar panas ekstrem, banyak perempuan yang berusaha mencari cara untuk bertahan. Di daerah-daerah seperti Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur, perempuan petani telah mulai beradaptasi dengan memilih tanaman yang lebih tahan terhadap panas, seperti jagung tahan kekeringan dan kacang panjang. Bukan hanya itu, mereka juga menggunakan metode bertani yang lebih hemat air, karena musim kemarau semakin panjang.

“Sekarang kami mulai tanam jagung yang nggak butuh banyak air. Kalau dulu saya selalu bergantung pada irigasi, sekarang harus lebih bijak. Kalau nggak, bisa gagal panen,” ungkap Maya, seorang petani dari Jawa Tengah.

Di kota, meskipun suhu panas terasa membakar, perempuan di komunitas padat penduduk juga menemukan cara untuk menjaga suhu rumah tetap sejuk. Beberapa dari mereka memanfaatkan bahan sederhana, seperti kain basah yang digantung di jendela atau menanam tanaman hijau di sekitar rumah untuk mendinginkan udara.

Inovasi Perempuan untuk Rumah yang Sejuk

Selain itu, perempuan juga mulai memanfaatkan teknologi sederhana untuk mengurangi panas di rumah. Di beberapa daerah, perempuan yang tinggal di daerah dengan akses listrik terbatas mulai memasang panel surya untuk menghemat biaya dan menjaga rumah tetap sejuk, meskipun suhu luar terasa seperti oven.
“Panel surya ini sangat membantu. Selain bisa menghemat listrik, rumah juga jadi lebih sejuk. Saya nggak perlu lagi takut listrik mati atau kebakaran karena suhu yang terlalu panas,” kata Lilis, ibu rumah tangga di salah satu kawasan kumuh di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun