Essi 235 -- Menjaga Martabat dan Harga Diri TKI
Tri Budhi Sastrio
Martabat itu ya harga diri dan harga diri ya
     martabat, keduanya sama.
Sama-sama abstrak, kabur batasannya, setiap
     individu bisa berbeda.
Ketika harga diri didefinisikan tingkat harkat
     kemanusiaan, bukannya
Semakin jelas, tetapi malah sama kaburnya, apa
     itu harkat manusia?
Derajat kemuliaan, taraf , nilai, mutu, atau
     harga? Harga apa, siapa?
Begitulah, batasan tidak jelas, maknanya pun
     berubah-ubah jadinya.
Tapi kalau batasan kabur lalu apa artinya
     martabat harga diri tak ada?
Ternyata sama sekali tidak seperti itu, yang
     terjadi justru sebaliknya.
Definisi boleh abstrak, batasan boleh tidak jelas,
     tetapi setiap dihina,
Setiap diremehkan, setiap direndahkan, setiap
     tidak adil dapat dirasa,
Setiap kali pula martabat dan harga diri
     mengemuka serta ... terluka.
Aha ... bagaimana semuanya ... sudah jelas
     sekarang gambarannya?
Martabat dan harga diri biasanya tenang-tenang
     saja, tapi manakala
Ada yang berani merendahkan dan menghina,
     memberontaklah dia.
Lalu bagaimana pada tingkatan yang lebih luas,
     negara umpamanya?
Apakah negara berkewajiban menjaga dan telah
     menjaga ini semua?
Konstitusi dan undang-undang salah satu
     tugasnya adalah menjaga,
Menjaga harkat, martabat, dan harga diri
     manusia, dan tugas negara
Menegakkan konstitusi dan undang-undang
     pelindung semua warga
Agar tidak mudah direndahkan, dilecehkan, dan
     bahkan juga dihina,
Oleh yang lebih ... ya lebih kuat, lebih hebat,
     lebih kaya, lebih kuasa,
Karena rasanya yang 'lebih' saja dapat
     merendahkan dan menghina,
Termasuk yang lebih berani, lebih bandel, lebih
     nekad dan lebih gila.
Pernah melihat dan apa bisa orang miskin,
     orang lemah tak berdaya
Menjatuhkan, menghancurkan, merendahkan
     harga diri orang kaya?
Tidak perlu penelitian, contohnya banyak, ada
     dan jelas sangat bisa.
Memang biasanya yang 'lebih' punya peluang
     dan potensi menghina,
Tapi bukan berarti dari arah sebaliknya tak akan
     terjadi, semua bisa.
Itulah sebabnya mengapa undang-undang
     berlaku untuk semuanya.
Bukan hanya untuk yang 'lebih' tetapi juga bagi
     yang 'kurang' daya.
Karena apa yang namanya tindakan
     merendahkan serta menghina
Dapat dilakukan siapa saja serta dampaknya
     bisa sangat luar biasa
Jika disertai dengan rekayasa, ya rekayasa yang
     jahat motivasinya,
Biasanya disertai juga dengan sejumlah perilaku
     bohong dan dusta.
Kasus tenaga kerja Indonesia -- tki -- sebenarnya
     tidak jauh berbeda.
Ada yang merendahkan menghina ... ada yang
     terendahkan terhina.
Tetapi juga bisa, yang dilakukan biasa-biasa
     saja, eh, yang merasa
Direndahkan serta terhina muncul begitu saja ...
terjadi yang mana?
Bisa saja dua-duanya, tergantung kasusnya,
     dari mana melihatnya,
Dan yang lebih penting, mengapa, siapa dan
     bagaimana menilainya.
Yang jelas biasanya selalu ada 'teman' yang
     disediakan oleh negara
Agar setiap individu dapat menjaga martabat
     dan kehormatan dirinya,
Agar harkat dan harga diri dapatlah dijaga
     sebagaimana seharusnya.
Teman ini aturan dan norma, sahabat ini
     undang-undang sebutannya.
Dalam kasus tki di luar negeri tentu yang
     dimaksud dengan 'negara'
Adalah dua-duanya, tempat sang tki bekerja dan
     juga negara asalnya,
Walau haruslah diakui bahwa yang lebih dapat
     diandalkan tentu saja
Negara tempat tki berada, negara tempat tki
     bekerja, karena di sana
Lebih banyak terjadi penghinaan dan pelecehan,
     walau asal negara
Tak jarang bisa lebih banyak melakukannya,
     lewat petugas jahatnya,
Petugas korupnya, yang dengan sadar tega
     mengerjai tki balik kerja,
Karena dianggap tentu telah sukces, berhasil
     dan banyak uangnya,
Hingga sah-sah saja jika 'dikompas' sedikit
     uangnya, walau negara
Jelas-jelas melarangnya, yah, mulut singa mulut
     buaya, sama saja.
Adalah hak dan kewajiban setiap tki jaga
     martabat dan harga dirinya,
Bersama-sama dengan aturan dan undang-
     undang tempat ia bekerja.
Bukan setiap ada masalah lalu orang lain yang
     jadi kambing hitamnya.
Staf KBRI-lah, dubes-lah, menlu-lah, bahkan
     istana negara ikut serta.
Kalau mereka tahu dan diam saja, memang
pantas dijitak kepalanya,
Tapi menjaga agar pelecehan dan penghinaan
     tak terjadi begitu saja
Adalah hak dan kewajiban tki bersama-sama
     dengan aturan negara Â
Tempat dia bekerja, karena memang itulah
     tameng utama guna jaga
Harkat, martabat, kehormatan, harga diri, ketika
     ada di mancanegara.
Rasanya tidak ada peraturan atau uu sebuah
     negara dirancang guna
Merendahkan manusia dan karena peraturan
     dan uu mengikat semua,
Ya warganya, ya tenaga kerjanya, jadi pastilah
     sejalan dengan logika
Jika uu negara merupakan teman setia jaga
     martabat agar tak dihina.
Persoalannya ... inilah biang masalahnya ... tak
     semua yang bekerja
Di manca negara paham ini, jadi bagaimana mau
     menggunakannya
Jika mereka tahu saja tidak itu peraturan dan
     undang-undang negara?
Nah ... disinilah brengseknya para pejabat
     tenaga kerja di ini negara,
Bukannya mati-matian menguak dan
     mempelajari aturan tenaga kerja
Di semua negara, menginformasikan secara
     sederhana pada semua
Tenaga kerja yang akan berangkat ke
     mancanegara, eh ... ternyata
Malah sibuk ciptakan aturan baru untuk menjerat
     leher tenaga kerja,
Agar mudah diperas dirompak, tak berkutik
     ketika mereka balik kerja.
Merekalah yang sebenarnya terus asyik
     melecehkan dan menghina Â
Martabat harga diri sesama anak bangsa, dan
     guna tutupi ini semua
Kadangkala dengan gagah perwira bertindak
     bak pahlawan perkasa,
Pada hal sebenarnya hanya politis serta citra,
     protes sini protes sana,
Ciptakan aturan ini aturan itu, sementara yang
     utama yah tak dikerja.
Simak saja kasus di Malaysia umpamanya, pasti
     banyak jumlahnya
Tenaga Kerja Indonesia yang paham benar hak
     serta kewajibannya.
Masalah tidak ada, bekerja tenang suasananya,
     masalah baru ada --
Ini jika memang ada -- justru dengan pihak
     Indonesia, inilah lucunya.
Tapi juga bukan rahasia, yang tak paham apa-
     apa, besar tuh angka.
Main datang begitu saja, sogok sini sogok sana,
     sembunyi di sana
Mengumpet di sini, lalu bagaimana masalah
     tidak jatuh menimpa?
Kemudian hebatnya ... begitu beritanya meledak
     dahsyat di media,
Mulailah 'pahlawan' yang sebenarnya tidak
     pernah lakukan apa-apa,
Tuding sini hamtam sana, semua salah dan tak
     becus cara kerjanya.
Lho kok baru sekarang bung, sejak dulu kan
     memang itulah adanya,
Seharusnya teriakan dan protesnya kan
     dilakukan sejak dahulu kala,
Ketika pejabat korup negara diam-diam dan
     berpura-pura tuup mata
Tak melakukan tugas dan tanggung jawab
     sebagaimana mestinya?
Orang memang bebas untuk bepergian dan
     bekerja ke luar negara
Sepanjang tidak ada masalah dengan hukum,
yah ... silahkan saja.
Tetapi kalau peraturan dan uu negara nekad
     dilanggar begitu saja,
Padahal inilah teman dan sehabat sejati
     melindungi raga dan jiwa,
Lalu bagaimana rasa tenang, damai dan
     sejahtera dapat bersama?
Cuma dideportasi atau masuk penjara dan tidak
     kehilangan nyawa
Boleh dikata untungnya dah selangit sedunia,
     yang taat hukum saja
Sama sekali tak ada jaminan akan tetap terus
     tenang-tenang saja.
Masalah itu ada di mana-mana, dapat datang
     begitu saja, tiba-tiba.
Belum lagi jika berbicara masalah mati hidup
     manusia, ya rahasia.
Dihina dilecehkan di negeri orang rasanya
     memang itu resikonya,
Entah karena ras, agama, warna kulit, peluang
     kesempatan kerja,
Pokoknya banyak alasan bahkan di negara maju
     sekali pun juga,
Penghinaan pelecehan juga bisa diterima tanpa
     alasan apa-apa.
Inilah hebatnya manusia ... melecehkan
     menghina, bakat rupanya.
Ada contohnya, ketika saya berada di Warsawa,
     ibu kota Polandia.
Siang waktunya, dingin udaranya, saya
bersantai di taman bunga,
Menunggu teman dari kedutaan datang
menjemput untuk tamasya.
Entah dari mana, datang pria setengah baya,
melintas depan saya,
Dan ... meludah begitu saja sambil menggumam
     kata entah apa.
Saya yang terheran dan tak percaya ya diam
     saja, anggapan saya
Yah ... kebetulah saja, walaupun sebelumnya
     ada teman berkata
Jangan heran kalau di negara Eropa yang
     namanya rasis itu ada.
Saya tentu saja tidak percaya, di Indonesia saja
jarang ada terasa,
Apalagi di negara yang peradabannya jelas
     sudah pasti luar biasa.
Perkataan teman baru terang makna, ketika pria
yang persis sama
Kembali balik berjalan di depan saya, dan ...
     meludah lagi kerjanya.
Kali ini saya tatap tajam matanya di tengah
     bisikan tak jelas makna.
Akhirnya 'orang gila' ini berlalu juga dari depan
     saya, entah ke mana.
Sampai agak lama saya memikirkannya, dan
     tetap saja tak percaya,
Bagaimana bisa tanpa alasan apa-apa
     melecehkan dan menghina?
Apakah ia mabuk, atau gila, atau kurang kerja,
     atau ... bagaimana?
Tidak saling kenal tetapi sempat-sempatnya
     menghina ... di Eropa?
Wah ... benar-benar sulit diterima akal sehat dan
     logika, bisik saya.
Jadi kalau memang di Malaysia juga banyak
     terjadi hal yang sama,
Lalu apa sih hebatnya, karena bukankah di
     negara maju di Eropa,
Hal yang hampir persis sama dan serupa dapat
     terjadi begitu saja?
Padahal tanpa disadari setiap ada satu manusia
     menghina sesama
Dia sebenarnya sedang menghina dirinya
     semata, khususnya jika
Semuanya dilakukan dengan sadar berbingkai
     pemahaman prima.
Ujung tajam panah guna menghina setelah
     tembus dada penerima
Selalu kembali ke pemiliknya lalu diam di sana
     tak ke mana-mana.
Lalu masihkah ada keinginan melecehkan dan
     menghina sesama?
Tetapi tetap ada juga perbuatan yang bisa
     meledakkan isi dada.
Bayangkan satu sisi stadion penuh pendukung
     timnas sepak bola
Yang memang menjadi lawan dalam laga mati
     hidup timnas kita.
Tiba-tiba menyanyi bersama, lantang
     bergemuruh guncang udara,
Orang Indonesia itu Anjing Semua - begitu
     berulang membahana,
Yah ... ini sudah keterlaluan namanya, kalau
     jaman Gadjah Mada,
Sudah pasti perang balasannya ... bangsa
     negara pantang dihina.
Untung saja ini bukan jaman Majapahit
     berkuasa, perang tak ada.
Lalu apakah akan diam saja, atau tidak bisakah
     semua tki di sana Â
Berteriak balas bersama-sama Kalianlah yang
     Anjing Asu Semua?
Yah ... tetapi mana bisa, komentar seorang
     warga di dunia maya,
Mereka kan majikan semua ... sementara kita
     pelayan babu saja.
Tak pas rasanya walau ada benarnya juga,
     memaki tapi geli juga.
Inilah rona-rona sikap massa yang mungkin saja
     tidak ada uu-nya.
Essi 235 -- POZ03122012 -- 087853451949
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H