Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi nomor 203 - The Innocence of the Son

10 Januari 2025   07:56 Diperbarui: 10 Januari 2025   07:56 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/pin/332492384961903374/

Essi 203 -- The Innocence of the Son
Tri Budhi Sastrio

Ditolak, diolok-olok, dihina, dihujat, difitnah,
dikejar, ditangkap dan puncaknya
Diadili, dibebaskan oleh penguasa Roma,
tetapi oleh tetua dan pemuka agama
Tetap dipaksa untuk dinyatakan bersalah dan ...
seperti yang dicatat muridNya,
Sang nabi utusan surga tergantung di kayu salib
seperti kehendak Bapanya.
Inilah jalan seorang nabi utusan sorga, manusia
yang tidak ada tandingannya.

Pernah dikatakan bahwa dari seantero manusia
yang dilahirkan rahim wanita
Tidak ada yang lebih besar dari Yohanes
          Pemandi, pembaptis di Yordan tirta,
Tetapi yang paling kecil dari surga nyatanya
jauh lebih besar dari ini pria mulia.
Jadi dapatlah dibayangkan bagaimana sih
          kedudukan sang nabi utusan sorga,
Yang sekali-kali bukan yang terkecil di sorga
          karena Dia memang Sang Putra
Yang otoritasNya terbentang di seluruh dunia,
di langit dan bumi ada kuasaNya.
Sedangkan BapaNya yang mahakuasa tegas-
          tegas dan dengan jelas bersabda
Inilah Putra yang Kukasihi ... kepadaNyalah
Aku berkenan ... dengarkanlah Dia.
Tetapi tetap saja atas nama ajaran agama
Dia dihina, diitnah, diolok, disiksa,
Sebelum akhirnya dibunuh walau tentu saja
ini skenario memang dari sana,
Skenario yang ditentukan dan ditetapkan sendiri
oleh Bapa yang mahakuasa.

Bunda sang nabi utusan sorga juga wanita hebat
dan luar biasa tak terkira-kira.
Walau dia sebenarnya wanita yang sangat
          sederhana, tetapi dia pilihan sorga,
Mendapat kehormatan melahirkan seorang nabi
yang juga putra surga mulia.
Tidaklah mengherankan jika pada wanita yang
          kelak diangkat naik ke surga,
Dilekatkan label dan predikat yang baka, wanita
paling mulia di seluruh dunia.
Dan wanita ini juga yang menjadi saksi utama
bagaimana Putra titipan surga
Tumbuh, besar, menjadi pintar cerdas penuh
kuasa, tapi juga harus menderita.
Sebagai bunda tentu saja dia tidak rela dan mau
menerima semua begitu saja,
Apalagi gelagat dan pertanda ke sana semakin
          lama semakin jelas dan kentara.
Putra titipan sorga semakin lama semakin gemar
dan suka menyerempet bahaya,
Hampir semua pemuka dan tua-tua agama
dikecam gunakan ajaran dan sabda.
Memang itu ajaran dan sabda adalah ajaran
dan sabda bapaNya yang di surga
Tetapi tidak sadarkah Dia bahwa ini dunia, dunia
yang bisa sangat kejam jadinya,
Apalagi jika menyangkut para pemuka dan tetua
agama ... wow dengan kuasa,
Ya ... kuasa agama yang ada di tangan mereka,
ditambah dengan kuasa dunia,
Mereka dapat mengubah apa saja, bahkan juga
sabda benar, jujur dan mulia,
Dapat diubah seketika menjadi hujat dan hina
dan ini semua dasarnya ada tiga.
Yang pertama tentu saja kebodohan yang pekat
dan hitamnya laksana jelaga.
Yang kedua adalah kepicikan yang sedangkal
muara sungai pada kelokan tiga.
Dan yang ketiga tentu saja iri dengki dan kebencian yang sedalam samudera,
Walau seperti biasa, alasannya tak jelas bahkan
          kadangkala eh ... tidak ada.
Tetapi jika tiga alasan ini berpadu dalam
haribaan penguasa agama dan dunia,
Dampaknya bukan saja api kemarahan
membara dan bergelora di mana-mana,
Tetapi jiwa manusia tiba-tiba saja diubah
menjadi tidak punya makna dan harga.

Sang bunda mulia tentu saja sadar ini semua
karenanya cemas dia tidak terkira,
Melihat bagaimana putra titipan sorga telah
tumbuh dewasa dan jadi sempurna.
Otoritas dan kuasa tak perlu ditanya, nubuat
dan mukjizat dibuat di mana-mana,
Tetapi itu lho ... melawan pemuka dan tetua
          agama ... tidak bisakah Dia putranya
Lebih diplomatis dan tidak menantang bahaya,
sampaikan titah dan sabda mulia
Tanpa perlu membuat hati tulus sang bunda
berdebar-debar cemas tidak terkira?
Tetapi diplomasi mungkin memang tak ada
di kamus bendahara kata sang putra.
Abu-abu memang bukan warna favoritNya,
hanyalah hitam dan putih yang ada.
Hanya ya dan tidak, tidak ada mungkin, tidak
ada barangkali, hanya tidak dan ya.
Selebihnya benar-benar hanyalah disimpan
dan tidak pernah repot-repot diguna.

Tentang ditolak, diolok-olok, dihina, dihujat,
difitnah, dan dikejar-kejar, itu biasa.
Bahkan dengan gamblang dan berulang-ulang
sang nabi utusan sorga berkata:
Ia akan diserahkan pada bangsa-bangsa
yang tidak mengenal Allah, akan dihina,
Diolok-olok dan diludahi, kemudian ... mereka
akan menyesah dan menyiksaNya.
Lalu apa sang nabi mulia utusan sorga tidak
melakukan apa-apa untuk ini semua?
Bukankah kekuasaan di langit dan di bumi
          berada di tangannya, apa sih susahnya
Membalikkan itu semua ... musuh menjadi
          pengikut, penghujat menjadi sahabat,
Pemfitnah menjadi orang-orang yang amanah,
bukankah itu mudah saja baginya?
Tentu saja ya ... tetapi seperti yang juga
dikatakan berulang-ulang pada muridNya,
Bahwa bukan kehendakNya yang boleh terjadi,
tetapi hanya kehendak BapaNya,
Maka itu jugalah yang seharusnya terjadi
pada diriNya, ditolak, diolok-olok, dihina,
Dihujat, difitnah dan untuk menggenapi semua,
tentu saja Dia tetap harus ke sana,
Ke kota pusat dunia, karena memang tidak
semestinya seorang nabi dibunuh jika
Tak di kota pusat dunia, di Yerusalem tepatnya,
          di sana akan digenapi semuanya.

Bunda mulia tidak berdaya, rasanya resah dan
kalau bisa akan dicegah sebisanya.
Tetapi apalah daya, putra yang dilahirkan dari
rahimnya memang bukan miliknya,
Dia milik sorga, dia mengemban amanah
          BapaNya, dia harus laksanakan sabda,
Ditolak, diolok-olok, dihina, dihujat, difitnah,
hanyalah sebagian saja dari rencana.
Pasti mulia, pasti sempurna, karena ini rencana
sang mahakuasa, tetapi dia bunda,
Wanita yang melahirkan dan membesarkan ini
pemuda dewasa, lalu bagaimana
Hatinya bisa bergembira melihat putranya
berjalan semakin dekat ke puncak derita?
Bara dengki, iri, benci dan amarah semakin
bergelora menyala-nyala di mana-mana,
Tetapi putra terkasihnya tetap mantap berjalan
ke sana, karena inilah perintahNya.
Lalu apa lagi yang bisa dilakukan kecuali
berjalan dari kejauhan iringi sang putra?

Puncak semuanya akhirnya tiba juga ... iman
dan takwa telah ditempa ke dasarnya.
Berkilauan laksana logam mulia, semua olok,
hujat, fitnah, sesah, hina serta siksa
Dijalaninya dengan setia, dan perintahNya tetap
tidak bergeser walau seinci saja.
Memaafkan dan mengampuni, taat serta setia,
dan empati dan kasih pada sesama,
Inilah perbuatan utama yang membedakan iman
dan takwa berkualitas nan prima,
Dan bukannya kebencian, kemarahan, dan
nafsu angkara murka apapun alasannya.
Berbahagialah siapa saja yang berani untuk
setia dihina dan direndahkan di dunia,
Karena pasti akan ditinggikan dan dimuliakan
di sorga, dan ... akhirnya sang bunda
Walau pipinya mungkin basah karena derai
air mata, senyumnya mengembang juga.
Tunai sudah janji mulia, usai purna tugas sorga,
putra titipan Bapa berhasil diantarnya.

Essi 203 -- SDA14092012 -- 087853451949

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun