Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hosabi Kasidi 97 - Menjaring Angin

12 Juli 2024   07:15 Diperbarui: 12 Juli 2024   07:17 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hosabi Kasidi 97 -- Menjaring Angin

Menjala atau menjaring ikan, kadang dapat kadang tidak, sedangkan menjaring angin hampir pasti tidak akan menghasilkan apa-apa. Seorang raja besar mengatakan ini dan dicatat. Catatannya dapat dibaca di bawah ini.

'Aku membulatkan hatiku untuk memeriksa dan menyelidiki dengan hikmat segala yang terjadi di bawah langit. Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri. Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Yang bongkok tak dapat diluruskan, dan yang tidak ada tak dapat dihitung. Aku berkata dalam hati: "Lihatlah, aku telah memperbesar dan menambah hikmat lebih dari pada semua orang yang memerintah atas Yerusalem sebelum aku, dan hatiku telah memperoleh banyak hikmat dan pengetahuan." Aku telah membulatkan hatiku untuk memahami hikmat dan pengetahuan, kebodohan dan kebebalan. Tetapi aku menyadari bahwa hal ini pun adalah usaha menjaring angin, karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan.'

Ternyata sang raja, meskipun raja besar, merasa gagal total melakukan usahanya. Semuanya sia-sia ibaratnya menjaring angin. Tidak ada yang didapat bahkan anginnya pun tidak. Memang raja ini, memang nabi ini, bukan Tuhan tetapi apa yang dikatakannya nyaris benar. Lalu jika raja dan nabi besar ini merasa gagal 'untuk memahami hikmat dan pengetahuan, memahami kebodohan dan kebebalan' lalu apakah kita menusia masa kini bisa lebih hebat dari raja dan nabi besar ini? Rasanya kok tidak, kata Kasidi lirih.

Apa yang dikatakan berikutnya oleh sang raja dan nabi besar bahwa 'di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan,' mungkin masih bisa diperdebatkan tetapi menurut Kasidi ada benarnya juga. Di dalam banyak hikmat memang ada banyak susah hati sedangkan pengetahuan juga bisa menjadi sumber kesedihan. Lalu jika sudah begitu, apa sikap yang paling baik yang bisa diambil dalam dunia masa kini?

Tetaplah setia dan taat pada Tuhan dan SabdaNya karena di sana yang susah dan sedih memperoleh penghiburan. Yang lebih penting lagi adalah Tuhan tidak lagi menjadikan kita sebagai penjala ikan, apalagi penjala angin, tetapi menjadi penjala manusia. (sda/tbs-12072024-hvk97-087853451949)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun