Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi nomor Abadi Kota Suci

6 Juni 2024   14:49 Diperbarui: 6 Juni 2024   15:39 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Essi nomor Abadi Kota Suci

Essi ini ditulis karena ada janji versi Kasidi
Yang ditulis di Hosabi 48 tentang kota suci.
Kota memang kota suci tapi dendam benci
Merasuk ke tulang sumsum serap inti energi.
Cinta Kasih empati pun sirna bak embun pagi
Yang tersisa tinggal ampas pahit tungku besi
Yang baranya meretas jaring dendam benci,
Jadi pemantik kobaran api pembakar nurani
Untuk membenci si utusan sorga yang nabi
Yang juga dinyatakan langsung si Putra Ilahi.

Sang Putra si Anak Manusia taat BapaNya
Kala diputuskan harus mati di kota nan jaya
Dengan tegar langkah diarahkan ke ini kota
Kala waktunya makin dekat dan segera tiba.
Keputusan telah dibuat, tekad membaja jiwa
Terus saja membara, untuk taat serta setia
Pada keputusan si penguasa alam semesta.
Seorang murid yang coba cegah Dia ke sana
Dibentak dan dihardik dianggap hanya bisa
Berpikir ala manusia lupa Allah yang utama.

Tuhan melangkah gagah tidak gentar rasa
Hukuman mati memang menanti Dia di sana
Tetapi kan memang itu tujuan Dia ke dunia?
Mati di Yerusalem untuk tebus dosa manusia
Seperti yang diperintahkan Sang Mahakuasa.
Datang tunggangi keledai yang masih muda
Pertanda akan dielu-elukan bak raja dunia
Walau sesungguh Dia itu raja alam semesta
Yang kelak akan menjadi hakim satu-satunya
Pengadil semuanya entah sorga entah neraka.

Drama pun membelah tembok-tembok kota,
Hunjam tepat langsung inti benci membara
Karena memang harus seperti itulah adanya
Agar apa yang dinubuat para nabi dulu kala
Semua terjadi semua terpenuhi tanpa sisa.
Terbilang di antara durjana, salah satunya,
Dan itulah yang terjadi di Yerusalem jaya.

Pernah dua kali rata dengan tanah ini kota,
Akan rata lagi kala Tuhan tiba yang kedua.
Belasan kali dikepung belasan kali durhaka
Belasan kali pula direbut kembali guna jaya.
Itu kota yang konon kabarnya tak akan bisa
Seorang nabi terbunuh, kalau tidak di sana.

Sejarah panjang kota tetap gemuruh berjaya
Menunggu kelak bila masanya pastilah tiba
Untuk nanti kembali runtuh tanpa sisa tatkala
Nabi mulia untuk kedua kalinya datang tiba,
Menyapa slogan berserah kala tiba masanya.

Yerusalem, Yerusalem, seru Dia bertalu-talu,
Tanda rindu menggebu guna kumpul menyatu  
Dengan putra-putri pilihan yang lupa mengaku
Bahwa mereka dulu dipilih guna terus berseru
Bahwa hanya kepada Bapa yang satu menuju.

(tbs/sda-essinomorabadi-06062024-087853451949)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun