Essi 242 -- Seroja Sang Wanita Desa
Tri Budhi Sastrio
Engkau memang bukan Kartini, Tjut Nyak Dien, atau Dewi Sartika
Engkau juga bukan Herlina, Madonna, apalagi artis Agnes Monica. Â
Namamu tak pernah disebut, keberadaanmu tak pernah jadi berita
Karena engkau memang hanyalah wanita biasa, wanita dari desa,
Yang lugu dan tidak pandai membuat apalagi menutupi dosa-dosa.
Namamu Seroja, bukan karena orang tuamu pintar memilih nama
Tetapi karena bunga itu yang mekar kala engkau nongol ke dunia.
Bunga ini mungkin saja memang tidak indah serta harum baunya,
Begitu sang bapak berkata, sementara bibir dan mata senyum ria
Tetapi karena ia yang berkenan mekar ketika engkau tiba di dunia,
Wahai anakku tercinta ... maka engkau pun aku beri nama Seroja.
Ya, bunga seroja, bunga yang mekar indah walau ada banyak juga
Yang berkata bahwa bunga ini indah tapi tidak terlalu mempesona.
Nelumbo nucifera -- daunnya gala mega bunganya juga meraksasa
Merah jambu, kuning atau putih bersih tegak di atas hamparan tirta.
Rimpangmu lezat tidak terkira, apalagi jika di tangan koki ternama,
Lezat tersaji dan menjadi makanan favorit orang Jepang dan Cina
Bahkan salah seorang dewi pujaan mereka konon kabar ceritanya
Jika berkenan datang beranjangsana menjenguk manusia di dunia
Kaki yang indah mempesona bertumpu pada kuntum bunga seroja
Yang lalu mekar lengkap dengan kelopak bunga serta rimpangnya
Juga konon kabarnya para Firaun amat memuliakan bunga Seroja,
Bunga, buah, daun kelopaknya dijadikan motif arsitektur piramida.
Dari Mesir bunga ini ke Assiria sebelum juga menyebar ke Persia,
India, dan Cina, mekar dan kembang bergantian di banyak negara.
Kemudian sang pengelana Sir Joseph Banks membawa ke Eropa
Untuk ditanam di dalam rumah-rumah kaca di banyak kebun raya.
Hampir lengkap sudah langkah kelana sang bunga jelita di dunia,
Karena memang pada akhirnya, mekarnya dilihat banyak bangsa.
Tapi itu kisah sang bunga, yang sekarang rasanya di mana-mana
Lalu bagaimana dengan engkau, wahai sang Seroja gadis desa?
Nama indah memang telah disandang menjadi pembungkus muka,
Raga dan bahkan juga jiwa, tetapi apa penghargaan sama setara
Dari kaummu yang juga manusia telah engkau terima, hai Seroja?
Inilah yang kadang kala sering menjadi tanda tanya, yah mengapa
Dari kaumnya sendiri justru Seroja tidak pernah ikut serta merasa
Bahwa pada dasarnya semua wanita adalah sederajat dan setara.
Yah, pada akhirnya dia memang terdampar ke rumah orang kaya
Tetapi bukan sebagai nyonya rumah sang penguasa tetapi hanya
Pembantu rumah tangga biasa ... pembantu rumah tangga biasa,
Yang kebetulan saja bernama Seroja ... nama indah mempesona.
Yang ini rahasia, jangan dibaca jika tak yakin bisa diam tak bicara.
Adakah wanita dalam kubah pilar kencana ini yang bukan Seroja,
Tapi bernasib sama dan hanya menjadi pembantu rumah tangga
Walau mungkin tidak dalam harafiah makna, hanya guratan jiwa?
Belum lagi jika engkau lalu mekar di seberang sana, di sini saja,
Di tempat di mana bunda tercinta bertekad melindungi semuanya
Kadang kala tidak berdaya menghadapi para cecunguk durjana,
Yang seenak perutnya saja memperlakukan bunga-bunga bunda?
Apalagi jika engkau harus terdampar di sana wahai anak tercinta?
Martabat diinjak-injak, kadang ingin melawan tetapi tidak berdaya
Belum lagi jika bayang-bayang harkat yang ditinggal di desa sana
Ikut serta menjadi pertimbangan utama guna menahan ini derita.
Tetapi aku Seroja ... bunga indah yang ditakdirkan teguh perkasa,
Aku dapat hidup di mana saja, mekar berkembang seperti biasa,
Asalkan Engkau tetap berkenan memberikan berkah dan karunia.
Dan ... Seroja pun tumbuh hidup, kembang dan bermekaran ceria.
Engkau masih bisa bahagia, derita memang ada, tetapi bahagia
Juga ada di mana-mana ... dalam nurani pelindung jiwa kembara,
Bahagia selalu dapat mekar bergantian, dan indahnya bak pelita,
Menjadi penerang kilau permata sebagai pertanda teguhnya jiwa.
Majikan boleh saja suka menghina, tetapi itu kan hanya di telinga.
Jiwa tetap murni tidak tersentuh, ibarat kuntum mekarnya seroja,
Indah tak ternoda bahkan di tengah pekatnya lumpur hina cerca.
Sementara sayup-sayup cerita yang dulu didongengkan baginya
Tentang wanita-wanita utama yang berjuang demi anak bangsa,
Kadang muncul dan menyeruak begitu saja, kobarkan tekadnya.
Sepanjang bukan martabat murninya nurani jiwa yang ternoda,
Jelas bukan apa-apa ... jelas bukan apa-apa ... bisik lirih Seroja.
Lalu entah dari mana sebuah tembang ria yang konon kabarnya
Pernah menjadi lagu pembuka satu acara radio kesukaan istana
Tiba-tiba menyeruak menyapa telinga, yah dari kamar tetangga,
Lirik tembang rancak remang-remang sepanjang jalan pantura.
Seroja mendongak pelan dan samar-samar seulas senyum ria
Di bibir tipisnya ... dia memang tak tahu latar belakang lagunya,
Tapi lagu enak juga didengar telinga, tanpa sadar goyang juga,
Gadis manis pada midang pinggir dalan ... yah, apa nih artinya Â
Jare seneng bisa bantui wong tua ... apakah sama dengan dia?
Bukankah dia juga senang bisa membantu orang tua, ya sama.
Kadang nangis urip mengkenen sampai kapan ... yah dia juga.
Untung juga Seroja tak tahu apa latar belakang dan maknanya
Yang penting lagu rancak irama gembira semua suka nadanya.
Remang-remang sepanjang jalan pantura, pernah disuka istana.
Essi nomor 242 -- POZ18122012 -- 087853451949
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H