Essi 194 -- Manakala Dijadikan Musuh Negara
Tri Budhi Sastrio
Walau jelas-jelas sang pengacara bukan penjahat
   apalagi musuh negara
Tetapi entah setan mana yang menjadi sutradaranya
   eh ... tiba-tiba saja
Sang pengacara yang hanya secara tidak sengaja
   menyimpan bukti fakta
Bahwa sebuah pembunuhan dilakukan demi
   memuluskan sebuah rencana
Dijadikan musuh sang perencana dan hebatnya
   karena ia sangat berkuasa
Naiklah peringkatnya tidak hanya jadi musuhnya
   tetapi juga musuh negara.
Jelas terlihat betapa mudah mereka yang sedang
   berkuasa balikkan fakta.
Orang yang sebenarnya hanya menjadi saksi mata
   itupun tidak sengaja
Dapat diubah begitu saja menjadi musuh bersama ...
   dan apa akibatnya?
Benar-benar luar biasa karena hampir seluruh
   sumber daya milik negara
Dikerahkan hanya untuk merebut bukti,
   menghancurkan penyimpannya,
Dan ... yah pendek kata ... semua harus ditumpas
   sirna musnah binasa.
Sang pengacara yang awalnya tak sadar bencana
   apa yang menimpanya
Tentu saja heran setengah mati dan tak
   henti-hentinya bertanya menduga
Kesialan apa yang sedang menimpanya, apakah
   masih ada hubungannya
Dengan sejumlah perkara sengketa perdata
   yang sedang ditanganinya
Atau perkara-perkara lainnya, atau ada hubungan
   dengan masalah cinta,
Atau bagaimana, tetapi semuanya gelap, semuanya
   tidak masuk logika.
Untung saja ia punya daya juang luar biasa,
   melawan, lari, jaga hidupnya.
Susah payah, keberuntungan karena mendapat
   bantuan mantan anggota
Dari instansi yang sama tempat si penguasa
   kendalikan atas nama negara,
Usaha mempertahankan nyawa, nama baik,
   dan bahkan juga keluarga,
Menghasilkan buah juga walau hampir saja
   semuanya hancur tak bersisa.
Singkat kata di akhir cerita sang pengacara
   berhasil ke luar dari bencana.
Lalu pelajaran utama apa yang seharusnya
   dapat dipetik dari alur cerita
Yang tentu saja banyak bumbu kehebatan dan
   keberuntungan semata
Yang dalam dunia nyata rasa-rasanya memang
   sulit menjadi satu realita?
Kekuasaan itu memang cenderung korup, dan
   semakin besar kuasanya,
Semakin besar pula kecenderungan korupnya,
   ini kata peribahasa lama.
Penggagasnya tentu saja banyak berkaca dari
   pengalaman yang ada,
Dan sejauh yang dapat diamati serta berkaca
   pada sejumlah kisah nyata
Pendapat ini tentu saja ada benarnya ... ambil saja
   kasus uang negara
Yang sejauh ini rasanya dirompak di mana-mana ...
   siapa sih pelakunya?
Sudah jelas mereka semua berkuasa, mereka
   semua mempunyai kuasa,
Karena mana bisa mengambil uang negara kalau
   otoritasnya tidak leluasa?
Politisi, pejabat negara, mulai yang sangat tinggi
   sampai yang di bawah sana,
Perilakunya hampi sama saja, begitu peluang ada,
   gunakan itu otoritas kuasa
Untuk merekayasa sedemikian rupa yang penting
   dana mengalir ke koceknya.
Iinilah potret buram negara besar di nusantara
   yang konon kabar ceritanya
Sengaja diproklamasikan agar dapat membawa
   rakyatnya makmur sejahtera.
Penguasa, apapun kualitas mereka, tetap saja
   harus ada, lalu apa terapinya
Supaya peluang merompak uang negara semakin
   lama semakin tidak ada?
Inilah yang sulit menjawabnya, tetapi berkaca
   dari alur cerita sang pengacara,
Rasanya memang tidak mudah membuat yang
   berkuasa tidak korup jalannya.
Sang sutradara kisah musuh negara mungkin
   mempunyai versi jalan keluarnya
Sayang sekali dia tewas karena menggunakan
   hak guna mengakhiri hidupnya.
Â
Essi nomor 194 -- SDA22082012 -- 087853451949
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H