Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi Nomor 160: Bencana Terbang Gembira

26 Maret 2021   09:30 Diperbarui: 26 Maret 2021   09:33 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Essi 160 -- Bencana Terbang Gembira
Tri Budhi Sastrio
 
Siapa yang akan menyangka terbang gembira kedua
     berubah menjadi bencana.
Empat puluh lima anak manusia yang awalnya
     mengangkasa dengan wajah ceria,
Eh, tahu-tahu mengubah wajah sanak keluarga,
     kerabat dan handai-taulan lainnya,
Tak hanya keruh karena sedih tak terkira,
     tapi juga basah karena linangan air mata.
Semuanya ... yah semuanya tidak ada yang tersisa,
     berserakan ke mana-mana,
Karena pesawat baru yang ditumpangi berkeping-keping
     tak jelas ujud bentuknya.
Memang belum supersonik kecepatannya,
     tetapi jika ratusan kilometer perjamnya,
Kecepatan ini pasti cukup untuk membuat hampir
     semua apa saja buatan manusia,
Berubah tidak karuan bentuknya jika ditumbukkan
     pada gunung nan kokoh perkasa.

Gunung Salak gunung perkasa, meski ia tidak terlalu
     tinggi menjulang ke angkasa,
Tetapi cukup punya wibawa menahan laju pesawat
     jet buatan negara mana saja.
Sukhoi di Indonesia pada mulanya dikenal karena
     pesawat tempur canggihnya,
Yang dibeli oleh pemerintah Indonesia guna
     memperkuat jajaran angkatan udara.
SU-30 MKI Flanker -- H salah satu jenis pesawat tempur
     canggih buatan Rusia,
Jelas bukan pesawat ecek-ecek karena pesawat tempur
     yang satu ini pasti bisa
Bersaing dan dibandingkan dengan pesawat tempur
     canggih yang mana saja.
Jadi untuk ukuran awam Indonesia seperti saya,
     umpamanya, begitu ini nama
Disebut -- Sukhoi -- ya jenis pesawat tempur canggih
     yang muncul kali pertama.
Karenanya agak terkejut dan tidak percaya juga
     ketika disebut ada jet lainnya,
Yang bukan pesawat tempur tetapi sandang nama
     Sukhoi sebagai pembuatnya.
Aha ... ternyata memang nama pesawat jet komersil
     pertama buatan ini negara,
Setelah kebangkitannya dari porak porandanya
     tatanan politik ekonomi negara.
Sukhoi Superjet -- 100 menjadi lambang kebangkitan
     kembali ini negara raksasa.
Dan pemasarannya ternyata sukses pada banyak
     negara termasuk di Indonesia.
Sejumlah maskapai penerbangan swasta
     telah berancang-ancang membelinya,
Karenanya tidak mengherankan kalau setelah sukses
     uji terbang perdananya,
Sertifikat laik terbang diraihnya di Rusia dan Eropa
     sana, satu pesawat barunya
Datang bertandang ke Indonesia guna menunjukkan
     betapa hebat dan canggihnya
Ini pesawat komersial buatan mantan negara
     adi kuasa, sedang di negara asalnya
Pesawat ini sudah melayani penerbangan komersial
     dan semuanya baik-baik saja.

Terbang gembira pertama, Jakarta-Pelabuhan Ratu-
     Jakarta berjalan baik-baik saja.
Semua orang tampaknya puas dan gembira,
     pesawatnya baru, canggih, fly-by-wire
Sistemnya, layanannya juga prima, makanan
     dan minuman pasti berlimpah stoknya.
Pendek kata ini memang terbang gembira
     yang penuh suka cita, sukses dah kisahnya.
Tetapi lain ceritanya ketika tiba giliran terbang gembira
     yang kedua, rutenya sih sama,
Tetapi ending-nya itu lho yang benar-benar amat
     sangat jauh berbeda ... yang pertama  
Mendaratnya kembali di Halim Perdanakusuma,
     yang kedua eh ... kok di jurang sana!
Yang pertama memang terbang gembira,
     dan yang kedua awalnya sama hanya saja
Akhirnya yang sama sekali tidak membuat orang riang
     apalagi gembira, ada duka cita.

Lalu siapa penanggung jawab ini bencana,
     atau tegasnya salah siapa sih ini petaka?
KNKT tidak akan menjawab jika memang ini
     pertanyaannya karena prinsip pertama
Dan utama mereka memang no blame --
     analis tidak untuk menyalahkan siapa-siapa.
Analisisnya ya analisis semata, memaparkan fakta
     dan data berdasar isi rekamannya.
Untuk yang bukan jawaban siapa yang salah saja
     waktunya bisa amat sangat lama,
Apalagi jika nanti ada usaha bertanya siapa sih
     pihak yang paling besar blundernya?
Yang sudah pasti pesawat nyatanya turun dari
     rencana ketinggian terbang jelajahnya
Ke ketinggian yang membuat moncongnya persis
     tepat mengarah ke tebing perkasa.
Benturan dahsyat yang terjadi pasti sangat hebatnya,
     dan dampaknya juga luar biasa.
Pesawat hancur berkeping-keping dan serpihannya
     tampak berserakan di mana-mana.
Lalu bagaimana dengan para penumpangnya
     yang jumlahnya empat puluh lima jiwa?
Sulit dibayangkan ada yang selamat jika
     benturannya saja dahsyatnya luar biasa.
Belum lagi setelahnya mereka meluncur ke jurang
     yang ratusan meter dalamnya.

Mengapa turun ... mengapa turun ... adalah dua
     pertanyaan reka-reka yang sama.
Coba tidak menurunkan ketinggian terbang
     jelajahnya, bukankah tak ada bencana?
Terbang tetap riang gembira ke Pelabuhan Ratu sana
     lalu setelahnya ya ke Jakarta.
Tetapi seperti kata pepatah sekali takdir ditetapkan,
     sejuta jalan dapat mencapainya,
Begitu juga penerbangan si canggih Sukhoi
     dari Rusia, awalnya terbang gembira
Akhirnya menjadi terbang petaka, hanya karena
     turun terbangnya dan sang arga,
Arga Perak Perkasa tentu tidak mau kalah jika
     hanya untuk adu kekuatan tenaga.
Dan pemenangya jelas siapa, sang gunung perkasa
     hanyalah terkelupas kulitnya,
Sementara lawannya berkeping-keping tak jelas lagi
      bentuknya dan yah ... sialnya,
Yang nunut si burung besi ternyata 45 jumlahnya ...
     dan mereka juga tidak bersisa.

Mengapa turun ... mengapa turun ... pertanyaan ini
     tetap saja terus menggoda kita,
Termasuk juga mereka yang sedang berduka,
     ya mengapa turun itu pertanyaannya?
Cuaca sangat ekstrim jelas tidak ada, kerusakan
     pesawat tidak ada tanda-tandanya,
Lalu mengapa turun ... mengapa turun ... apa
     karena masalah komunikasi bahasa?
Suasana duka masih menggantung di kepala
     anggota keluarga korban bencana,
Tangis dan aliran mata belum reda, duka dan
     isak masih terdengar di mana-mana,
Tetapi pertanyaan mengapa turun ... mengapa turun ...
     terus terdengar gemanya.
Ya mengapa turun ... mengapa turun ...
     kalau ujung-ujungnya hanyalah bencana?
Besok atau lusa mungkin memang ada jawabnya
     tapi gema pertanyaan sederhana
Mengapa turun ... mengapa turun ... terus saja
      bertalu-talu mencari jawabannya,
Dan untuk sementara ini pertanyaan sederhana
     diselimuti misteri penuh rahasia.

Essi nomor 160 -- POZ12052012 -- 087853451949

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun