Essi 159 -- Api di Bumi Mataram Merdeka Menyala-nyala
Tri Budhi Sastrio
Api di ranah bumi Mataram sekarang ini semakin
   besar nyala dan kobarannya.
Lidahnya telah hampir menyentuh mega-mega
   di angkasa, merdeka pesannya.
Teriakan lantang nan berwibawa sang raja,
   meskipun diucapkan lirih-lirih saja,
Tidak hanya menggetarkan atap keraton Yogya
   tetapi seluruh persada nusantara
Ikut dibuat tercengang dan ternganga karena
   mereka tidak pernah menyangka
Bahwa seorang raja dari tanah perdikan Mataram
   tepat di pusat tanah Jawa,
Akhirnya keras lantang juga mengeluarkan titah
   dan sabda setelah sekian lama
Bungkam meski telah didesak oleh hampir semua
   kawula untuk segera bersuara.
Entah mendapat wangsit dan wahyu dari mana,
   yang jelas raja Mataram merdeka
Telah menurunkan titahnya, dan seluruh kawula
   Yogya bersorak riang gembira.
Mataram telah merdeka ... Mataram telah merdeka ...
   teriak mereka berlama-lama.
Walau tentu saja dari dahulu sampai ini masa,
   Mataram memang telah merdeka.
Mataram tak pernah dijajah bahkan tidak juga
   oleh pemerintah kolonial Belanda.
Mataram itu sudah merdeka dari jaman baheula
   sampai kini di era dunia maya.
Lalu mengapa sang raja masih perlu bersusah payah
   tegaskan jati diri warganya?
Inilah rahasia langit yang mungkin hanya lewat wangsit
   sampai ke telinga raja.
Ingsun kang jumeneng nata Mataram medarake sabda,
   ini kalimat pembuka raja.
SAYA RAJA MATARAM MENYAMPAIKAN TITAH
   DAN SABDA, inilah maknanya.
Wow ... nuansa dan perbawanya kembali ke abad
   keemasan para raja nusantara.
Dene Karaton Ngayogyakarta saha Kadipaten Pakualaman,
   lanjut raja bersabda,
Iku loro-loroning atunggal, Keraton Yogya dan
   Kadipaten Pakualaman memang dua,
Tetapi keduanya itu satu juga, dua dalam satu
   dan satu dalam dua, itu singkatnya.
Masih ingat Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma
   Mangrua, motto Indonesia?
Mungkin ke arah ini sabda sang raja Mataram harus
   dilekatkan dan diberi makna.
Mataram iku negri kan merdika ... ya benar,
   Mataram itu memang negeri merdeka,
Dulu merdeka, sekarang merdeka, dan nanti
   akan tetap merdeka, Indonesia juga.
... lan nduweni paugeran lan tata kaprajan dhewe,
   dan memiliki peraturan serta
Tata pemerintah sendiri, lanjut sang raja masih
   dengan suara lirih penuh wibawa.
Kaya kang dikersaake lan dikeparengake, seperti
   dikehendaki dan diijinkan, katanya,
Mataram ngesuhi nuswantara, nyengkuyung
   jejeging negara, Mataram itu nusantara,
Mataram itu bagian Indonesia dan mendukung
   berdirinya NKRI, berdirinya negara.
Hidup Raja, Hidup Indonesia ... Merdeka ...
   Merdeka ... Merdeka ... ini pekiknya!
Nanging tetep ngagem paugeran lan tata keprajane
   dhewe ... ha ... ha ... ha ...
Mungkin di sini baru muncul persoalannya, itu pun
   kalau memang ada masalahnya.
AKAN TETAPI TETAP MEMAKAI PERATURAN
   DAN TATA PEMERINTAHANNYA.
Peraturan dan tata pemerintahan siapa? Ya, peraturan
   dan tata pemerintahan siapa?
Mataram merdeka tentu saja jawabnya ...
   lalu bagaimana dengan konstitusi negara?
Sabar ... sabar ... ini jawabnya, Kang mangkana
   iku kaya kang dikersaake, lanjutnya,
Sultan Hamengku Buwono sarta Adipati Paku Alam
   kan jumeneng, raja Yogkakarta
Dan adipati Paku Alam, yang sedang bertahta dan
   menjabat di Mataram merdeka,
Katetepake jejering gubernur lan wakil gubernur --
   ditetapkan sebagai pejabat negara,
Gubernur dan wakil gubernur namanya ... lho,
   dalam hati terperanjat tidak terkira-kira.
Apa tidak salah nih raja dan adipati Mataram merdeka,
   menurunkan sendiri derajatnya,
Bersedia menjadi gubernur dan wakil gubernur
   yang berada di bawah menteri negara?
Raja dan patih kerajaan merdeka bukankah seharusnya
   berdaulat dan merdeka juga?
Lalu mengapa repot-repot harus urus SK, honorarium,
   rapat-rapat dan terima sabda
Sang koordinator yang ada di Jakarta sana ...
   wah, susah juga memahami ini semua.
Tetapi sabda telah dipajang dan dikerek ke angkasa,
   pantang raja membatalkannya,
Juga tidak mungkin didengarkan petuah Ki Ageng Giring,
   Ki Ageng Pemanahan serta
Panembahan Senopati, Panembahan Purboyo dan
   Sultan Agung, tiga pendiri lainnya,
Yang telah letakkan gagasan Mataram Merdeka
   dari kaki bukit Manoreh nun di sana
Karena mereka telah tiada, tetapi warisannya
   tentu saja masih dapat dan boleh saja,
Dijadikan rujukan untuk melihat apa maksud tujuan
   sebenarnya titah dan sabda raja.
Luhuring budi tan hangasorake wataking sesami,
   adalah salah satu pesan nan mulia
Para pendiri Mataram Merdeka ... manusia
   berbudi luhur itu tidak pernah, tidak bisa,
Dan tidak boleh menghina apalagi merendahkan
   sesama, inilah pesan utama mulia,
Bagi semua raja yang kelak bertahta dan akan
   memerintah negeri Mataram Merdeka.
Raja tidak boleh, tidak bisa, dan tidak akan
   diijinkan kapan saja merendahkan sesama
Apalagi menghinanya, raja adalah penjaga dan
   pelindung harkat dan martabat manusia.
Jadi kalau bersabda dan bertitah, sabda dan titahnya
   tidaklah boleh rendahkan sesama.
Polahe wong Jawa kaya gabah diinteri --
   tingkah laku orang Jawa seperti padi ditampi
Endi sing bener endi sing sejati -- sangat tidak jelas
   siapa yang benar siapa yang sejati
Para tapa padha ora wani -- yang sudah lama bertapa
   dan bijaksana ternyata tak berani
Padha wedi ngajarake piwulang adi -- mengajarkan
   yang benar, eh takut dan tak bernyali
Salah-salah anemani pati -- mungkin karena berpikir,
   salah-salah, eh malah koit dan mati
Â
Semoga bara api dalam sekam yang semakin membesar
   di tanah Mataram Merdeka
Hanyalah simbol dan lambang kobaran semangat
   pengabdian pada sesama manusia
Yang harus membesar dan menyala-nyala bergelora
   karena kalau tidak manalah bisa
Mengabdi lebih berani dan berarti dalam era yang
   semakin ditarik masuk dalam dunia,
Dunia maya dan serba tidak nyata namanya,
   yang kadang kala lupa bahwa apa saja
Yang dilakukan para penguasa haruslah selalu
   untuk manusia, manusia awam biasa,
Dan bukannya untuk ego sendiri semata, apalagi hanya
   untuk mempertahankan kuasa,
Yang umurnya tak akan lebih lama dari umur
   dan hidup manusia, walau ia berkuasa.
Hidup Indonesia Raya, Indonesia Merdeka, ya tanahnya,
   ya bangsanya, ya jiwanya.
MERDEKA ... MERDEKA ... MERDEKA ...
   inilah pekik bertuah bagi para pemuda.
Â
Dan untuk yang di tanah Papua sana,
   mohon janganlah ikut-ikut berteriak gembira,
Papua Merdeka ... Papua Merdeka... jika maknanya
   ingin dibelokkan ke arah sana.
Sudah sejak dari semula semua yang hidup dan
   bermukim di Papua telah merdeka.
Merdeka untuk menata hidup bersama, merdeka
   untuk lebih sejahtera, ya merdeka
Untuk melakukan apa saja seperti yang digariskan oleh
   banyak ajaran agama, etika,
Moralita, atau apalah saja namanya ...
   anda semua telah merdeka dan karenanya
Jika ingin berteriak gembira Papua Merdeka ...
   Papua Merdeka, ya silahkan saja,
Tetapi semuanya harus selalu dalam bingkai
   Indonesia Raya, Indonesia Merdeka.
MERDEKA ... MERDEKA ... MERDEKA ...
   ini pekik bertuah para pemuda Papua.
Sambil menghormat bendera pusaka dan riang
   menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Semua telah merdeka, badan raga serta pikiran jiwa,
   merdeka untuk membangun bangsa dan negara.
Merdeka untuk berpikir, berolah rasa dan berkarya,
   merdeka guna senantiasa empati pada sesama
Â
Essi nomor 159 -- POZ11052012 -- 087853451949
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H