"Kau yakin?" tanya Bronto sambil sedikit memajukan mukanya.
"Aku yakin, kang!" sekarang si cambang lebat mewakili menjawab. "Kalau tidak tiba-tiba teringat pada persoalan kakang dengan Kolonel Purwanto, mungkin kami berdua tidak tertarik merampas bungkusan ini. Bungkusan kado semacam ini isinya pasti bukan emas permata."
Temannya yang satu mengangguk-angguk.
"Ini dilakukan, karena mungkin saja bungkusan ini berguna bagi kakang!" si Kumis lebat memberi tambahan keterangan.
Bronto menghela nafas sambil bersandar ke kursi. Berguna? Berguna untuk dirinya? Paling-paling, kalau hadiah ini memang benar untuk Kolonel Purwanto, maka Kolonel Purwanto akan sedikit terganggu, itupun kalau si pemberi hadiah menceritakannya. Bagaimana kalau tidak? Sama sekali tidak ada kerugian bagi Kolonel Purwanto. Kemudian, kalau ditinjau dari pihak dirinya. Manfaat apa yang bisa di ambil dari bungkusan ini? Tidak ada!
"Memang menarik," kata Bronto kemudian pada kedua anak buahnya, "tetapi gunanya tidak banyak! Ayo, buka saja bungkusan ini!"
Si Cambang lebat mendahului berdiri. Dengan cekatan tangannya menyobek pembungkus luar bungkusan itu. Sayang sekali kertas yang begitu mahal jadi tidak ada artinya di tangan si Cambang lebat. Begitu pembungkus luar tersobek habis, amplop merah muda jatuh ke meja. Si Cambang lebat mengambilnya menyerahkan pada Bronto. Bronto menerima sampul itu dan membaca tulisan di atasnya keras-keras.
"Untuk Kolonel Purwanto pribadi. Hanya boleh dibuka oleh beliau sendiri. Hadiah Tahun Baru dari seorang sahabat."
"Bah," seru Bronto keras. "Hadiah macam begini aplagi maksudnya kalau bukan untuk mengambil hatinya. Paling tidak si pemberi hadiah ini perlu jasa baik si Purwanto."
"Siapa pengirimnya, Kang?" tanya si Kumis lebat. Bronto membalik sampul surat itu.
"Tidak tertulis di sini!"