Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa fenomena bunuh diri dilakukan oleh seseorang dengan latar belakang yang berbeda-beda, seperti masalah ekonomi, putus cinta, rasa malu, dan lainnya, yang mengarah ketidaksiapan atas kondisi yang dialaminya dan tidak tercapai harapan seseorang. Sedangkan cara bunuh diri dilakukan dengan berbagai macam seperti gantung diri, minum racun, terjun ke sumur/Sungai/jurang/Gedung-gedung tinggi, menyayat nadi, membakar, menusuk dan lain sebagainya.Â
Cara bunuh diri yang dilakukan seseorang dipengaruhi oleh tingkat ekonomi atau sastra sosial yang dimilikinya. Dalam soal bunuh diri persoalan ini dapat dilihat secara lebih komprehensif, tidak semata-mata individu  melakukan tindakan bunuh diri lalu juga dilihat sebagai objek penelitian yang kemudian hanya terlihat sebagai hal negative saja ,yang ditemukan sebagai faktor dalam persoalan bunuh diri. Manusia juga harus dilihat secara utuh dalam keberadaan nya  atas jiwa dan raganya.
Â
Dalam Encyclopedia of Sociology, bunuh diri disebut Sucide (inggris). Kata ini berasal dari bahasa Latin, yaitu sui (diri sendiri) dan cide (membunuh). Jadi, bunuh diri beartu suatu tindakan yang menghabiskan nyawa sendiri dengan berbagai modus seperti mengonsumsi obat yang berlebihan (overdosis), menusuk diri sendiri,menggantung diri atau membakar diri. Penyebab pelaku sekaligus korban dalam aksi atau tindakan bunuh diri adalah diri sendiri. Karena itu aksi bunuh diri seperti yang dikatakan Karl-Heinz Pescchke berdasarkan otonomi diri artinya adalah bunuh diri terjadi tanpa adanya keterlibatan atau campur tangan dari pihak di luar person itu sendiri.
Â
Jadi kita harus perbanyak pengetahuan dan mencari pengetahuan mengenai fenomena sederhana dalam kehidupan sehari-hari pada manusia. Dan itulah keterkaitan epistemologi dengan kasus bunuh diri.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H