Seperti sebelumnya,
Seperti manusia lainnya,
Mabuk kita telah habis untuk sementara waktu.
Mabuk yang lebih sadar dari kesadaran.
Mabuk yang nanti kita rindui bersama.
Seperti kau, aku benci terlalu lama berjarak dari pematang,
Bersama dendam memandangi tuan lintah;
Atau menciumi keringat buruh, sambil menatap ruang2 kaca si pengatur yang penganggur;
Mungkin seperti aku,
Kau akan menunggu jumpa,
Pada mabuk-mabuk selanjutnya,
Setelah sedikit mencubiti mabuk-mabuk mereka;
Setelah pulang kepada pulang.
Kali nanti, mungkin didepan bunga yang hampir terjual untuk sebuah mesin hantu di ladang kita.
Tak apalah, indahnya mungkin tak akan sampai,
Hanya nilai baru yang bukan isi mungkin ia dapati.
Asal jangan kau jual tanahnya,
Tapi mungkin akan terjual pada udara yang beracun.
Mungkin, kemungkinannya besar kemungkinan.
Bagaimanapun itu,
Pasti kutunggu kau datang,
Sembunyi sebagai ada, atau berpura-puralah ada.
Saling memabukkan kesadaran,
Menyadarkan kemabukan kita.
Menanggalkan sekali lagi bentuk.
Dimana saja,
Manisku.
10/02/17
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H