Mufasa: The Lion King, adalah pre-kuel dari film "The Lion King" (2019) yang disutradarai oleh Barry Jenkins, pemenang Academy Award. Film ini menggali asal-usul Mufasa, ayah Simba, dalam perjalanannya dari anak yatim hingga menjadi raja Pride Lands.
Sinopsis
Kisah dimulai dengan Simba dan Nala yang menantikan kelahiran anak kedua mereka. Mereka meninggalkan putri mereka, Kiara, di bawah pengawasan Timon dan Pumbaa. Untuk menghibur Kiara, Rafiki menceritakan kisah tentang kakeknya yang heroik, Mufasa.
Mufasa awalnya adalah seekor anak singa yatim yang terdampar jauh dari rumahnya akibat banjir yang menewaskan ayahnya. Dalam pengembaraannya, ia bertemu dengan Taka, seekor pangeran muda dari kawanan singa lain yang kelak dikenal sebagai Scar.
Mufasa selanjutnya diasuh oleh kelompok singa nomaden, ia tumbuh dalam lingkungan yang keras, memaksanya untuk belajar bertahan hidup sambil tetap menjaga harapan dan integritasnya. Mufasa dan Taka tumbuh bersama sebagai saudara, namun perbedaan karakter mulai tampak; Mufasa menunjukkan sifat mulia dan pemberani, sementara Taka menjadi semakin iri-dengki dan licik.
Konflik meningkat manakala kawanan singa putih yang dipimpin oleh Kiros memburu Mufasa karena motif balas dendam dan perebutan kekuasaan. Kiros digambarkan sebagai pemimpin yang memendam dendam terhadap Pride Lands. Kisah ini juga menggambarkan latar belakang Kiros dan kawanannya sebagai kelompok singa yang terbuang. Mereka merasa terpinggirkan oleh hierarki alam yang dikelola oleh Pride Lands, yang menjaga keseimbangan dan kemakmuran. Kiros memandang Pride Lands sebagai simbol kekuasaan yang tidak adil, sementara Mufasa sebagai penghalang utama ambisinya untuk merebut wilayah dan mendirikan rezim baru.
Perjalanan Mufasa kearah cahaya matahari untuk menuju Milele, sebuah negeri harapan sesuai dengan pesan ibunya selalu dibayang-bayangi ancaman dari kawanan Kiros. Dalam perjalanan panjang tersebut mereka bertemu dengan Sarabi, seekor singa betina remaja yang juga kehilangan keluarganya.
Merekapun Bersama melanjutkan perjalanannya dan sifat asli masing-masingpun mulai terlihat. Taka, saudara angkatnya yang penuh ambisi dan kecemburuan. Hubungan mereka menjadi fokus utama dalam film, menggambarkan dinamika kompleks antara cinta keluarga, persaingan, dan pengkhianatan.
Perjalanan mereka membawa mereka ke Pride Lands, sebuah ekosistem subur dan indah yang menjadi tempat tinggal berbagai spesies hewan, dengan singa sebagai pemimpin utama dalam hierarki alam.
Setelah perjalanan yang sangat melelahkan dan terror yang berkepanjangan oleh kawanan singa putih yang dipimpin oleh Kiros, akhirnya Mufasa tampil sebagai pemenang dan akhirnya Mufasa menjadi raja Pride Lands Bersama Sarabi sebagai ratunya.
Namun, hubungan dengan Taka memburuk seiring waktu, membentuk dasar konflik yang dikenal dalam film "The Lion King" sebelumnya.
Ulasan Komprehensif
"Mufasa: The Lion King" menyajikan Sejarah asal muasal Simba. Pre-kuel ini menambah nilai signifikan pada film sebelumnya "The Lion King". Dimana film ini memberikan beberapa jawaban yang sebenarnya tidak pernah ditanyakan oleh penonton, seperti bagaimana Mufasa bertemu Sarabi atau dari mana asal-usul tongkat Rafiki. Selain itu, perubahan dalam latar belakang cerita, seperti hubungan antara Mufasa dan Scar, menambahkan narasi yang sudah mapan dalam film sebelumnya.
Dari segi visual, film ini mempertahankan kualitas animasi fotorealistik seperti pendahulunya. Pemandangan yang ditampilkan beragam dan memukau, mencakup berbagai natural lanskap Afrika yang indah dengan kekayaan hayati di dalamnya.
Namun, desain karakter singa yang realistis membuat ekspresi wajah mereka kurang ekspresif, sehingga penonton mungkin kesulitan membedakan dan memahami emosi setiap karakter. Namun pemilihan pewarnaan rambut para singa dari kawanan yang berbeda cukup membantu penonton dalam mengikuti alur cerita.
Musik dalam film ini digarap oleh Lin-Manuel Miranda, lirik dan aransemen musiknya menunjukkan keahlian Miranda dalam permainan kata, meskipun lagu-lagu dalam film ini kurang memiliki melodi yang mudah diingat.
Sutradara Barry Jenkins membawa pendekatan artistik yang khas dalam film ini, dengan fokus pada pengembangan karakter dan dinamika hubungan antara Mufasa dan Taka. Namun, alur cerita berjalan lambat dan kurang memiliki momen puncak yang mendebarkan. Selain itu, interupsi naratif oleh Timon dan Pumbaa dianggap mengganggu aliran cerita utama.
Secara keseluruhan, film ini memperluas alam semesta "The Lion King". Namun, bagi penonton umum, film ini mungkin tidak memberikan pengalaman yang sebanding dengan film aslinya.
Mufasa: The Lion King sangat direkomendasikan ditonton bersama keluarga karena ccocok untuk semua umur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H