Pulau Penyengat, terletak di Kepulauan Riau, bukan sekadar pulau biasa di tengah lautan. Pulau ini menyimpan kekayaan sejarah Islam yang melekat erat dengan budaya Melayu dan kejayaan Kesultanan Riau-Lingga.Â
Di antara berbagai situs bersejarah yang menghiasi pulau ini, Masjid Sultan Riau adalah salah satu yang paling menonjol.Â
Kunjungan ke masjid ini tak hanya menawarkan pengalaman spiritual, tetapi juga membawa kita menyelami jejak kejayaan peradaban Islam di kawasan Nusantara.
Perjalanan Menuju Pulau Penyengat
Untuk mencapai Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat, perjalanan dimulai dari Tanjung Pinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Riau. Dari sini, pengunjung bisa menaiki perahu motor atau "pompong" yang membutuhkan waktu sekitar 15 menit menyeberangi lautan yang tenang.Â
Perjalanan ini sendiri sudah membawa aura sejarah, mengingat Pulau Penyengat dulunya menjadi pusat politik, ekonomi, dan kebudayaan Melayu.
Sesampainya di pulau, kita disambut oleh suasana khas Melayu yang terasa sejak pertama kali melangkah. Deretan rumah kayu bercat cerah, perahu-perahu yang bersandar, serta senyuman hangat penduduk setempat menambah keakraban yang menyelimuti pulau ini.Â
Dari dermaga, Masjid Sultan Riau sudah terlihat mencolok dengan warna kuning cerahnya yang ikonik.
Sejarah Masjid Sultan Riau
Masjid Sultan Riau dibangun pada tahun 1803 atas perintah Sultan Mahmud Syah III, penguasa Kerajaan Riau-Lingga. Masjid ini awalnya didirikan sebagai lambang kekuatan Islam dan pusat ibadah masyarakat.Â
Konon, masjid ini dibangun oleh para penduduk dan pengikut sultan secara bergotong-royong, menggunakan bahan-bahan tradisional seperti putih telur, yang dicampur dengan pasir laut dan kapur untuk dijadikan perekat bangunan.Â
Struktur bangunan ini unik, mengingat ketahanannya selama lebih dari dua abad meski dibangun tanpa bahan modern.
Pulau Penyengat sendiri menjadi saksi bisu pergulatan politik dan agama pada masa itu. Dalam konteks geopolitik, pulau ini sempat menjadi pusat kekuatan melawan kolonialisme, di mana para sultan dan tokoh-tokoh Melayu mempertahankan kekuatan Islam sekaligus melestarikan budaya dan sastra Melayu.
Keindahan Arsitektur Masjid Sultan Riau
Dari segi arsitektur, Masjid Sultan Riau mencerminkan pengaruh arsitektur Timur Tengah dan Melayu yang unik. Bangunan utama berbentuk persegi panjang dengan kubah besar berwarna kuning dan hijau, melambangkan kemuliaan dan keindahan.Â
Dikelilingi oleh empat menara, masjid ini terlihat megah namun tetap sederhana.Â
Kubah dan menara ini dihiasi dengan ornamen khas Melayu, dan bagian dalamnya didominasi warna putih yang memberikan kesan sejuk dan damai.
Interior masjid memiliki ruang terbuka yang luas dengan mimbar kayu jati yang telah berusia ratusan tahun. Bagian ini menunjukkan bahwa masjid ini bukan sekadar bangunan, tetapi warisan hidup dari para leluhur. Masjid Sultan Riau juga dikelilingi oleh makam para sultan dan tokoh penting Kesultanan Riau-Lingga, menambah kesan sakral dan historis bagi setiap pengunjung yang datang.
Al-Qur'an Tulisan Tangan: Simbol Kejayaan dan Kesucian Islam
Salah satu harta yang paling bernilai di Masjid Sultan Riau adalah Al-Qur'an tulisan tangan yang disimpan dengan baik. Al-Qur'an ini dipercaya ditulis oleh seorang ulama setempat yang sangat ahli dalam kaligrafi.Â
Keunikan Al-Qur'an ini terletak pada kerapiannya dan keselarasan dalam setiap goresan ayat yang tertulis dengan tinta hitam dan merah.Â
Selain berfungsi sebagai kitab suci, Al-Qur'an ini adalah simbol dari dedikasi umat Islam Melayu dalam menjaga dan menghormati kalam Allah.
Terdapat dua al-Quran tulisan tangan, salah satunya dipajang di masjid Sultan Riau. Al-Quran tersebut merupakan hasil goresan tangan Abdulrahman Stambul, seorang warga Penyengat yang dikirim oleh Kerajaan Lingga ke Mesir untuk memperdalam agama Islam.Â
Sekembalinya dari Mesir beliau menjadi guru agama dan terkenal dengan "khat" gaya Istambul. Al-Quran tesebut diselesaikan Beliau pada tahun 1867.
Keberadaan Al-Qur'an tulisan tangan ini menunjukkan bahwa Pulau Penyengat tidak hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga pusat intelektual Islam pada masanya.Â
Sebagai warisan budaya yang sangat berharga, Al-Qur'an ini menjadi daya tarik utama bagi para peneliti, sejarawan, dan umat Islam dari berbagai penjuru.
Refleksi Makna Masjid Sultan Riau Bagi Generasi Kini
Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat bukan sekadar tempat ibadah, melainkan warisan sejarah yang menghubungkan kita dengan masa kejayaan Islam di Nusantara.Â
Dengan kunjungan ke tempat ini, generasi kini bisa memahami bahwa Islam di Indonesia memiliki sejarah panjang yang dipenuhi perjuangan, kreativitas, dan komitmen yang kuat untuk menegakkan agama dan budaya.Â
Masjid ini juga menjadi pengingat bahwa Islam dan budaya lokal bisa berakulturasi secara harmonis tanpa menghilangkan identitas masing-masing.
Pada kunjungan ke Pulau Penyengat, Penulis terkesan dengan keteguhan iman masyarakat Melayu di Pulau Penyengat yang hingga kini masih melestarikan tradisi dan nilai-nilai luhur Islam di tengah perubahan zaman.Â
Melalui kunjungan ini, kita mendapatkan inspirasi untuk tidak hanya menghormati peninggalan sejarah, tetapi juga berkomitmen untuk menjaga dan meneruskan warisan tersebut kepada generasi mendatang.
Masjid Sultan Riau di Pulau Penyengat adalah saksi bisu dari perjalanan panjang Islam di Kepulauan Riau. Dengan arsitekturnya yang megah, Al-Qur'an tulisan tangan yang sakral, serta sejarah yang kaya, masjid ini menjadi lambang keagungan dan ketekunan umat Islam dalam membangun peradaban yang berlandaskan keimanan.Â
Kunjungan ke masjid ini mengajarkan kita tentang nilai-nilai kebersamaan, spiritualitas, dan cinta tanah air yang diwariskan oleh para leluhur.Â
Semoga setiap jejak langkah yang kita ambil di pulau ini dapat memberikan inspirasi dan semangat untuk menjaga dan meneruskan kejayaan Islam di Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H