Konon, masjid ini dibangun oleh para penduduk dan pengikut sultan secara bergotong-royong, menggunakan bahan-bahan tradisional seperti putih telur, yang dicampur dengan pasir laut dan kapur untuk dijadikan perekat bangunan.Â
Struktur bangunan ini unik, mengingat ketahanannya selama lebih dari dua abad meski dibangun tanpa bahan modern.
Pulau Penyengat sendiri menjadi saksi bisu pergulatan politik dan agama pada masa itu. Dalam konteks geopolitik, pulau ini sempat menjadi pusat kekuatan melawan kolonialisme, di mana para sultan dan tokoh-tokoh Melayu mempertahankan kekuatan Islam sekaligus melestarikan budaya dan sastra Melayu.
Keindahan Arsitektur Masjid Sultan Riau
Dari segi arsitektur, Masjid Sultan Riau mencerminkan pengaruh arsitektur Timur Tengah dan Melayu yang unik. Bangunan utama berbentuk persegi panjang dengan kubah besar berwarna kuning dan hijau, melambangkan kemuliaan dan keindahan.Â
Dikelilingi oleh empat menara, masjid ini terlihat megah namun tetap sederhana.Â
Kubah dan menara ini dihiasi dengan ornamen khas Melayu, dan bagian dalamnya didominasi warna putih yang memberikan kesan sejuk dan damai.
Interior masjid memiliki ruang terbuka yang luas dengan mimbar kayu jati yang telah berusia ratusan tahun. Bagian ini menunjukkan bahwa masjid ini bukan sekadar bangunan, tetapi warisan hidup dari para leluhur. Masjid Sultan Riau juga dikelilingi oleh makam para sultan dan tokoh penting Kesultanan Riau-Lingga, menambah kesan sakral dan historis bagi setiap pengunjung yang datang.
Al-Qur'an Tulisan Tangan: Simbol Kejayaan dan Kesucian Islam