Mentari pagi baru saja menampakkan semburat jingga cahanyanya, cuaca dingin masih menusuk sisa lembab hujan semalam. Suara owa-owa mulai terdengar di kejauhan. Tapi kaki ini harus menuntun untuk bergegas menuju lokasi pengamatan. Perjalanan memerlukan waktu sekitar satu jam dengan medan yang menanjak.Â
Berbekal senter dan sedikit makanan kecil, tim beranjak menapaki jalan setapak yang masih gulita.
Sampai di lokasi pengamatan matahari sudah terang, peluh bercucuran seraca terhapus dengan akhir tanjakan yang dilalui.Â
Kamera zoom dan tripot terpasang dalam beberapa saat. Burung-burung kecil mulai berdatangan sambil bernyayian riang di sekitar pohon ara yang sedang berbuah lebat.Â
Tak lama kepakan rangkong badak yang khas terdengar keras mendekati pohon kering di sebelah pohon ara.
Sepasang burung paruh besar tersebut tak lama bertengger, mereka melanjutkan perjalanan ke arah punggungan bukit di sebelahnya.
Sekitar pukul 08.00 matahari mulai menyinari pepohonan tinggi, menghapus embun pagi yang membasahi dedaunan.
Tanpa suara, seekor burung besar meluncur hinggap di atas pohon kering. Dalam hitungan detik moncong kamera langsung tertuju ke obyek dan zoom penuh, cekrek.... cekrek... cekrek... Tombol rana terakhir terpencet seper sekian detik saat burung tersebut terbang menghilang ke rimbunan pohon di belakang kami.Â
Nampak dengan jelas helaian bulu panjang berkibar di belakangnya. Belum sepenuhnya sadar dengan obyek yang terekan kamera, terdengar suara burung tersebut di balik pepohonan di belakang kami. Kuk..kuk...kuk...kuk..... kak...kakkkk..kakkkk.....
Setelah semuanya tenang, saya menoleh ke asisten saya, saya berbisik, "Rangkong gading..."