Mohon tunggu...
Trias Purwita
Trias Purwita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Internasional Semen Indonesia

Universitas Internasional Semen Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Film Dokumenter "A Plastic Ocean" sebagai Media Membentuk Sikap Bijak Bersampah di Kalangan Milenial

1 Desember 2020   15:00 Diperbarui: 1 Desember 2020   16:24 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebuah film dokumenter berjudul "A Plastic Ocean" menggambarkan fenomena secara realistis mengenai mirisnya kondisi lingkungan akibat ulah manusia yang kurang bijak terhadap pengolahan sampah. Film dokumenter ini menjadi salah satu media komunikasi yang efektif mempengaruhi sudut pandang penonton dan berpotensi sebagai kampanye mengenai permasalahan lingkungan khususnya sampah plastik. 

Berkisah dari seorang jurnalis bernama Craig Leeson yang kesulitan ketika hendak mencari paus biru. Bukan hanya paus biru yang ia jumpai namun banyaknya sampah plastik yang menggeser nilai keindahan lautan asli.

Craig Leeson bersama rekannya penyelam bebas bernama Tanya Streeter bekerjasama dengan ilmuwan dan para peneliti menjelajahi dua puluh tempat dalam kurun waktu empat tahun untuk mengungkap penyebab, konsekuensi serta memberikan solusi terhadap permasalahan sampah plastik.

Dari sudut pandang aktivis lingkungan tentu hal tersebut membahayakan tatanan ekosistem laut. Bagaimana tidak, Samudera Hindia lepas pantai Srilangka yang telah ditutup selama 30 tahun seharusnya masih bersih kini kondisinya telah dipenuhi sampah plastik dan mirisnya lagi terdapat kandungan minyak di dalamnya.

Semakin meningkatnya populasi penduduk bumi, maka meningkat pula sampah yang dihasilkan. Manusia dan lingkungan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya memiliki hubungan timbal balik dalam keberlangsungan hidup di alam semesta.

Manusia sebagai pemegang peranan dalam sistem ekologi bergantung kepada lingkungan. Sebagaimana lingkungan akan tetap memiliki mutu yang baik tidak lepas dari tangan manusia yang bijak. Hubungan manusia dengan lingkungan tidak jauh dari berbagai masalah.

Salah satu masalah yang terjadi akibat interaksi antara manusia dan lingkungan yang paling banyak menyita perhatian yaitu permasalahan sampah plastik. Plastik di era modern ini menjadi bahan material yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena sifatnya yang ringan, tahan lama dan murah.

Di sisi lain keunggulan plastik sebernarnya tersimpan hal yang memprihatinkan karena limbah plastik berkontribusi sebagai elemen bersifat racun, yang dapat merusak lingkungan dalam jangka panjang karena sifat plastik yang sulit terurai baik di air maupun di tanah, menimbulkan beberapa penyakit seperti gangguan pernafasan, kanker, serta kematian.

Volume sampah di daratan yang kian berlebihan menumpuk membuat sampah dibuang ke sungai dan bermuara di lautan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan kondisi laut. Kemasan makanan, sedotan dan peralatan lain yang terbuat dari bahan plastik hingga microbeads atau bahan yang biasa digunakan pada pasta gigi, sabun cuci muka, dan alat kosmetik lainnya akan tertumpuk di lautan.

Faktor lain yang memperparah keadaan adalah ketika sinar ultraviolet, gelombang laut, dan garam menjadikan plastik pecah menjadi potongan-potongan kecil yang disebut "microplastics" menyebabkan kerusakan lingkungan dan membahayakan populasi yang ada di laut.

Plastik sering disalahpahami oleh biota laut sebagai makhluk hidup lain yang bisa dimakan karena menyerupai ubur-ubur. Tentu hal ini dapat membahayakan tatanan keseimbangan ekosistem laut karena dapat merubah rantai makanan dan memunculkan berbagai dampak / permasalahan seperti :

  • Paus yang kekurangan gizi berujung kematian akibat menelan plastik dalam jumlah yang memprihatikankan.
  • Burung pantai yang ditemukan mati dengan kondisi perut di penuhi sampah ketika perutnya dibelah oleh tim peneliti. Dan ketika ditimbang plastik dalam perut burung tersebut menyumbang 15% dari masa tubuh burung.
  • Kura-kura tempayan kesulitan menyelam karena terdapat sejumlah plastik di perutnya yang menghasilkan gas.
  • Racun yang menempel pada plastik masuk ke aliran darah ikan yang di konsumsi manusia akan menyebabkan kerusakan organ tubuh manusia.
  • Bukan hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, disisi lain juga merugikan perekonomian karena pendapatan negara dari sektor kelautan akan menurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun