Harmonis, menurut KBBI Online : bersangkut paut dengan (mengenai) harmoni; seia sekata;
sebagai lawan kata dari harmonis kita sepakati saja disharmonis.
Baik langsung saja bicara harmonis dalam ranah hubungan industrial. Jika harmonis itu seiya sekata 100% sesuai KBBI Online di atas maka apa yg terjadi ?
1. pengusaha bayar upah buruh di bawah UMP, buruh menolak -> "disharmonis"
2. buruh ingin jam kerja 8 jam/hari tanpa lembur, pengusaha ingin jam kerja buruh 10/hari dg upah lembur dipukul rata -> "disharmonis"
Lalu, dimana posisi Pemerintah ? Pemerintah menyediakan regulasi (UU No 2 th 2004), dan menyediakan arena (PHI & MA), prosesnya biasa kita sebut PPHI (Penyelesaian Perselihan Hubungan Industrial).
Loh bung bukannya ada kesempatan berunding ? iya sih kalau sama2 mau berunding, lha kalau tak mau berunding atau berunding tapi tidak ada kesepakatan ya ujung2nya proses PPHI sampai selesai.
Hati2 kawan, ternyata bila kita cermati :
1. tidak sependapat -> "disharmonis"
2. tidak berunding dan/atau berunding tapi tidak sepakat -> "disharmonis"
Hal tersebut di atas lah salah satu sebab banyaknya putusan "disharmonis" terkait perselisihan antara buruh & pengusaha di pengadilan.
PHK dengan alasan disharmonis, benar tidak ada aturan yang membenarkan pengusaha melakukan PHK dengan alasan "disharmonis". Namun, tidak ada aturan juga yang melarang Hakim menjatuhkan putusan PHK dengan alasan " disharmonis", tentu menurut pertimbangan Hakim secara kolektif maupun voting berdasar berkas perkara & dinilai dari jalannya persidangan.
Bahwa dalam UU No 2 tahun 2004 tentang PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL bagian menimbang huruf a disebutkan "bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai - nilai Pancasila". Inilah yang seringkali digunakan oleh hakim ketika menilai suatu kasus sudah terdapat ketidakharmonisan antara pengusaha & buruh maka hakim jatuhkan putusan PHK.
Kawan lalu bagaimana keadilan bisa terwujud secara optimal apabila segala bentuk pelanggaran menjadi perselisihan bukan sebuah pelanggaran.
Jadi kalau dianalogikan hubungan industrial sebagaimana layaknya hubungan suami istri, maka harmonis adalah hubungan yang satu sama lain membutuhkan, beriringan dalam tujuan yg sama, yaitu terbentuknya keluarga yg sakinah mawaddah dan rahmah. Pada titik inilah, hubungan suami istri bermuara dalam satu titik.
Tapi apakah dalam konteks Hubungan Industrial juga terdapat tujuan yg sama semacam ini, sepertinya tidak. Sejak awal, hubungan industrial dibangun bukan dlm konteks tujuan yg sama. Sebaliknya, masing-masing punya tujuan yg berbeda. Si majikan tentu ingin akumulasi modal, dan kaya raya dan melihat buruh tentu dlm makna bagian dr modal itu sendiri. Sementara si buruh, hanya ingin bertahan hidup, menyambung hidup dan semacamnya. Lalu? Apakah harmonisasi keduanya bisa ditemukan? Saya kira tisulit. Namun, keharmonisan antara Pengusaha & Buruh bisa terwujud dalam ruang - ruang perundingan, saling berkompromi yang tentu berkemungkinan menggerus hak - hak dari masing - masing pihak. Atau Pemerintah mampu mengendalikannya dengan baik, selama mekanisme pasar menguasai pemerintahan dan semua lini sistem Pemerintahan dan sistem kehidupan maka sulit dirasa tercapai keharmonisan antara pengusaha dan buruh dalam makna sebenarnya yaita seiya sekata.
Regulasi hadir unt menjawab kebuntuan tersebut. Paling tidak, nafsu dan birahi eksploitasi manusia atas manusia terbatasi oleh aturan-aturan. Pembatasan jam kerja, upah minimun, kebebasan berserikat, hak mogok, larangan PHK sewenang - wenang, dll.
Lalu sebetulnya apa itu harmonis dan apa itu disharmonis dalam sudut pandang hubungan industrial ?
"Sejauh ini masih menjadi misteri".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H