Meski hanya tulang berbalut kulit, penyakit-penyakit zaman modern enggan menghinggapi tubuhnya. Tak ada diabetes, tak ada darah tinggi, tak ada penyakit jantung, tak ada penyakit rematik, tak ada penyakit asam urat. Bahkan, kaki nenek masih mampu menopang tubuh rentanya berjalan menuju kamar mandi. Dalam gelap, tangannya meraba kelok demi kelok siku dinding menuju kamar mandi. Sungguh jiwa perkasa yang bersembunyi dibalik tubuh renta.
Jiwa perkasa. Nenek membesarkan sendiri anak-anaknya sejak lebih dari enam puluh tahun silam. Kakek tlah lebih dulu menghadap Sang Khalik.
“Wujud, Qidam, Baqo’, Mukhalafatu lil hawaditsi. Qiyamuhu binafsihi, Wahdaniyah,….” suara nenek berdendang memecah kesunyian. Memudarkan lamunan, kembali haru menyelimuti diri. Meski tak ingat dari anaknya yang mana suamiku berasal, nenek masih mengingat dengan baik Keagungan-Nya. Nenek masih ingat sifat Allah SWT; “Ada, Terdahulu, Kekal, Berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya, Tidak membutuhkan pertolongan, Esa,……”.
Nek, akan kami ingat selalu pesanmu. “Menikmati hidup yang manis meski lara melanda, dan selalu mengingat Allah SWT dalam hati dan langkah”…..
Bengkulu, 16-21 Juli 2009