Mengapa gerakan #2019GantiPresiden mengundang penolakan masyarakat? Kira-kira ada dua jawaban.
Mengusik "Waktu Suci"
Pertama, gelombang penolakan muncul karena gerakan ini diadakan justru ketika bangsa Indonesia mendapatkan anugerah berupa 'waktu suci' untuk mempererat persatuan. Waktu suci pertama berwujud Hari Raya Idul Adha atau Lebaran Haji. Pada Hari Raya ini, umat muslim diundang untuk menghayati semangat pengurbanan demi semakin dekat pada Allah dan sesama.
Mestinya, pada momen seperti ini, semua perbedaan pandangan dikesampingkan dulu. Orang diajak untuk masuk ke dalam kesamaan yang jauh lebih hakiki dan melampaui setiap perbedaan, yaitu kesamaan sebagai mahluk Allah yang paling tinggi, kesamaan sebagai mausia, kesamaan dalam panggilan untuk beribadah pada-Nya.
Sayangnya, gerakan #2019GantiPresiden menodai momen-momen khusyuk ini. Sempat viral sebuah video yang memperlihatkan spanduk dan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden terpasang dan berkibar di Tanah Suci. Tentu ini tindakan sejumlah oknum yang pasti sulit dikendalikan oleh para penggagas orisinil gerakan ini.
Namun demikian, seperti pepatah bahasa Indonesia, karena nila setitik rusak susu sebelanga, tindakan ceroboh ini terlanjur menerbitkan sikap 'tidak suka' tidak saja di kalangan mereka yang tidak setuju dengan pergantian presiden di tahun 2019, tetapi bisa jadi juga dalam diri mereka yang sebenarnya mengharapkan pergantian itu.
Waktu suci kedua yang diusik oleh gerakan #2019GantiPresiden adalah pesta akbar olahraga negara-negara Asia, Asian Games, ke 18. Jika motivasi gerakan ini memang sungguh untuk kepentingan bangsa, bukankah semestinya penyelenggaraan deklarasi dengan pawai dan orasi di jalan-jalan dan pusat keramaian, mestinya ditunda dahulu karena ada event besar di mana nama baik bangsa Indonesia sebagai penyelenggara, sedang dipertaruhkan? Mengapa segenap energi dan daya kreativitas tidak disalurkan untuk menyukseskan Asian Games, baik sebagai penyelenggara maupun sebagai peserta?
Terusikanya dua waktu penting tadi menerbitkan tanya dalam diri banyak orang: sungguhkah gerakan ini murni untuk kepentingan orang banyak atau malah ingin menunggangi waktu-waktu suci tadi?
Memprovokasi
Jawaban kedua terkait dengan struktur yang ada di dalam #2019GantiPresiden. Sebagaimana kita tahu, berbahasa adalah sebuah tindakan. Tindakan berbahasa memiliki tiga dimensi: dimensi pertama, informatif. Dengan berbahasa, aku membentuk kalimat yang isinya adalah pemberitahuan. Dimensi kedua, performatif.
Dengan berbahasa, aku tidak sekedar memberitahu tetapi mengungkapkan kehendak hatiku dan aku ingin kehendak itu terlaksana. Dimensi ketiga, afektif. Melalui bahasa performatif, muncul beragam perasaan (afeksi) dan emosi dalam diri pihak penerima tindak berbahasaku.