Mas Hazmi Srondol, (dulu) penyebar virus ceria yang baik,
Saya tergelitik untuk menanggapi artikel Saudara yang berjudul "Hasil Investigasi Tim Ad Hoc KOMNAS HAM 2006: Prabowo & Kopassus Tidak Bersalah."
Saya amini sikap Saudara untuk mengusung Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto sebagai Capres pujaan. Saya hormati pendapat Saudara untuk menilai Capres pujaan itu sebagai pribadi yang paling clear, jelas, tidak abu-abu, terbuka dan detil. Semua yang menyangkut pribadi sang Jenderal tidak hendak saya bahas di sini.
Yang ingin saya bahas adalah cara, jalan atau metode (dari bahasa Yunani, odos=jalan) yang Saudara tempuh hingga sampai pada kesimpulan sebagaimana tercermin dari judul artikel Saudara. Bagaimana Saudara sampai pada kesimpulan bahwa Prabowo dan Koppassus tidak bersalah?
Cara paling mudah untuk menjawabnya adalah dengan melakukan telaah kritis atas sumber yang Saudara pakai sebagai dasar bagi kesimpulan itu. Satu-satunya sumber yang Saudara cantumkan dalam artikel adalah Edisi Khusus Majalah Tempo 13-19 Mei 2013 tentang Tragedi Mei. Dengan cara baca tertentu atas sumber ini, Saudara sampai pada kesimpulan kalau Prabowo dan Koppasus tidak bersalah. Benarkah Edisi Khusus Tempo "menggiring" pembaca untuk sampai pada kesimpulan yang Saudara ambil?
1. Sebagaimana terekam dalam kolom Opini yang membuka investigasi majalah Tempo atas keberadaan Wiji Tukul, semangat Edisi Khusus itu adalah menggugat noda hitam dalam catatan hukum Indonesia menyangkut beragam kasus penghilangan paksa para aktivis prodemokrasi. Dengan jelas dikatakan dalam kolom itu: Sangat aneh menyaksikan majelis hakim percaya begitu saja pada surat dakwaan oditur yang membatasi tanggung jawab pelanggaran hak asasi manusia itu pada perorangan. Dengan konstruksi dakwaan lemah itu, pengadilan mendapat pembenaran untuk tidak mengusut lebih jauh, termasuk tidak menghadirkan atasan Tim Mawar, Komandan Jenderal Koppassus, yang waktu itu dijabat Prabowo Subianto (hlm. 35). Jadi, Edisi Khusus itu justru mempertanyakan mengapa Sang Jenderal yang Saudara puja tidak dihadirkan di depan pengadilan. Dari mana datangnya kesimpulan bahwa Prabowo Subianto tidak bersalah, kalau semangat dasar investigasi yang Saudara jadikan sumber itu justru mempertanyakan tidak diadilinya Sang Jenderal sebagai komandan Tim Mawar? Dengan kata lain, kesimpulan yang Saudara ambil berlawanan dengan semangat dasar investigasi majalah minggun binaan Goenawan Muhammad (yang sempat memberikan pager kepada Wiji Tukul di masa pelariannya).
2. Saudara merujuk pada halaman 78-79 dari Edisi Khusus yang sama. Menurut cara baca Saudara, dari halaman itulah dapat ditemukan alasan mengapa Prabowo dan Koppassusnya dapat dinilai lepas dari tanggung jawab kasus hilangnya 9 aktivis prodemokrasi yang sampai detik ini belum kembali. Saya kutip pernyataan Saudara: Dalam majalah nomer ISSN: 0126-4272 di halaman 78-79 juga secara gambang menjelaskan duduk perkara perihal tidak ada sangkut pautnya Prabowo dan Kopassus dalam operasi penangkapan Wiji Thukul.
Saya baca halaman-halaman itu, tetapi saya tidak menemukan satupun pembenaran atas ketidakbersalahan sang Jenderal dan pasukannya. Salah satu paragraf dalam halaman-halaman itu berbunyi demikian: Penyelidikan oleh Komisi Nasional HAM menyimpulkan, penculikan aktivis ini memenuhi unsur joint criminal enterprise, yaitu melibatkan pelaku dari berbagai institusi, terencana, dan dieksekusi bersama-sama. Bukan hanya Tim Mawar bentukan Koppassus yang ketika itu dipimpin Mayor Jenderal Prabowo Subianto, Kepolisian, Badan Intelejen ABRI, dan Komando Distrik Militer Jakarta Timur dianggap ikut bertanggung jawab. Para atasan masing-masing diperkirakan terlibat dan mengetahui penculikan, demikian tertera dalam laporan akhir tim adhoc itu (hlm. 78). Dari mana datangnya kesimpulan kalau Prabowo dan pasukannya tidak terlibat penculikan Wiji Tukul dan para aktivis lainnya? Selanjutnya, menyangkut Mayor Jenderal Prabowo dikatakan: Prabowo kepada majalah Panji pada 1999 mengaku menerima daftar nama itu. Ia mengatakan khilaf karena seharusnya tak ada penculikan. "Itu kesalahan teknis di lapangan," katanya. ...seharusnya, dalam operasi intelejen, targetnya mesti semua mati atau tetap hidup. Faktanya, mereka yang diculik Tim Mawar ada yang mati. ... Operasi ini menjadi kacau karena ada persaingan elite TNI... (hlm. 79). Di halaman yang sama disebutkan: Dewan Kehormatan Perwira yang dibentuk petinggi ABRI pada 3 Agustus 1998 untuk mengusut keterlibatan para perwira menyimpulkan penculikan atas perintah dan setahu pimpinan Koppassus. Disebutkan, operasi itu bukan inisiatif anggota Tim Mawar. Dewan bahkan menyatakan Prabowo mengakui penculikan itu. "Prabowo salah menafsirkan perintah komando," kata Jenderal Subagyo, Ketua Dewan Kehormatan (hlm. 79). Jadi, sekali lagi Saudara Srondol, dari mana kesimpulan yang Saudara ajukan itu datang? Saya tidak tahu, apakah salah menafsirkan itu termasuk kekeliruan yang harus dipertanggungjawabkan. Kalau sekedar salah menafsirkan sebuah Edisi Khsusus Majalah Tempo, seperti yang Saudara Srondol lakukan, pertanggungjawabannya bisa dilakukan di forum Kompasiana tercinta ini. Tapi bagaimana kalau salah penafsirannya itu menyangkut nyawa orang?
3. Dengan demikian, saya dapat mengatakan bahwa kesimpulan yang Saudara buat bahwa menurut Edisi Khusus Majalah Tempo Edisi 13-19 Mei 2013, Mayor Jenderal Prabowo Subianto dan Koppassus tidak bersalah atas penculikan Wiji Tukul, kesimpulan macam itu tidak berdasar. Saya undang Saudara Srondol yang saya hormati untuk menanggapinya.
Sebagai penutup, saya sertakan sebuah puisi Wiji Tukul berikut ini, yang saya ambil dari Edisi yang sama (cetak tebal, pilihan saya sendiri):
Pepatah Buron
penindasan adalah guru paling jujur
bagi yang mengalami
lihatlah tindakan penguasa
bukan retorika atau pidatonya
kawan sejati adalah kawan yang
masih berani
tertawa bersama
walau dalam kepungan bahaya
Ville de Lumière, Kamis Malam 24 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H