Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Asesmen ESG sebagai Early Warning Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Timah Ilegal

23 April 2024   02:10 Diperbarui: 23 April 2024   02:10 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik Kapabilitas BUMN bagi Pembangunan Berkelanjutan | sumber: Peraturan Deputi BPKP No. 2 Tahun 2023

Pertambangan timah telah lama menjadi salah satu sektor ekonomi yang penting bagi Indonesia. Namun, dibalik angka produksi yang tinggi, terdapat kisah kelam tentang dampak buruk yang ditimbulkan oleh pertambangan timah ilegal di Kepulauan Bangka Belitung. Data menunjukkan bahwa ekspor timah Indonesia ke luar negeri mencapai 68.711 metrikton, dengan kontribusi dari PT Timah Tbk, BUMN terbesar di sektor ini, hanya sebesar 12.505 metrikton (kontan.co.id), jauh dari kapasitas besar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki perusahaan ini. Di sisi lain, cadangan timah Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia, mencapai 800.000 ton logam.

Fakta menyedihkan menemani potensi besar tersebut. Baru-baru ini publik tercengang dengan terungkapnya kerugian besar yang timbul akibat pertambangan timah ilegal. Rakyat Indonesia menderita kerugian senilai 271 Triliun dengan rincian kerugian ekologis 183 triliun rupiah, kerugian ekonomi lingkungan mencapai 74 triliun rupiah, dan kerugian biaya pemulihan lingkungan mencapai 12 triliun rupiah.

 Pemerintah memang masih perlu membuktikan kerugian negara yang benar-benar diderita melalui mekanisme pengadilan yang sah. Namun perhitungan dari para ahli lingkungan ini cukup menggemparkan publik di dalam negeri bahkan di dunia Internasional. Tim Cook dari Apple bahkan sampai perlu memperingatkan mengenai dampak lingkungan dari pertambangan timah di Indonesia (mongabay.co.id).

Jika ditelisik lebih lanjut, salah satu penyebab permasalahan besar ini terkait dengan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang buruk. Meskipun PT Timah Tbk. memiliki IUP yang sangat besar, mereka tidak mampu mengelola dan memanfaatkan seluruhnya, sehingga perlu berkolaborasi dengan pengusaha swasta atau masyarakat. 

Dari sini lah kemudian praktik-praktik lancung itu bermula. Modusnya adalah, pihak swasta yang diberikan izin menambang di wilayah IUP milik PT Timah Tbk, tidak menjual hasil yang didapatkan kepada pemilik IUP. Alih-alih, mereka malah menjual ke pihak swasta lain yang menawarkan harga beli yang lebih tinggi dengan mengabaikan perjanjian yang sudah disepakati dengan PT Timah Tbk. Selisih inilah yang kemudian menjadi bancakan berbagai pihak.

Tidak hanya itu, terdapat dugaan keterlibatan aparat penegak hukum yang menerima suap untuk membiarkan operasi pertambangan ilegal berjalan lancar. Data menunjukkan bahwa lebih dari 90% produksi timah berasal dari operasi tambang illegal (CNBC). Penambangan resmi yang digarap oleh PT Timah Tbk terasa seperti minoritas di tengah maraknya pertambangan ilegal.

Tambang ilegal, atau yang dikenal dengan tambang rakyat, juga selalu menjadi sorotan sejak lama. Di satu lokasi di Pulau Bangka atau Belitung, bisa terdapat ratusan kelompok petambang timah warga yang kebanyakan tidak berada di lokasi ber-IUP. Prosesnya pun tidak ramah lingkungan yakni dengan menyuntik tanah menggunakan air untuk mendapatkan pasir timah yang hasilnya kemudian disalurkan kepada para pengelup timah yang standby di sekitaran lokasi penambangan warga. Bisnis pengepul timah dari para penambang ilegal juga menjamur. 

Mereka biasanya menerima pasir timah yang masih mentah sebelum kemudian dijual ke smelter besar. Pada tahun 2022, harga timah di tingkat terendah mencapai 200 ribu rupiah per kilogram. Satu kelompok penambang dapat menghasilkan ratusan kilo timah per pekan jika sedang mujur

Menghadapi permasalahan ini, tampaknya upaya pemerintah setempat juga selalu tumpul. Masalah dibiarkan berlarut-larut karena telah menjadi sumber mata pencaharian banyak masyarakat di sana. Upaya pemerintah daerah untuk menangani masalah ini hanya sebatas wacana untuk mengenakan pajak bagi pengepul timah sebagai salah satu langkah untuk mengontrol aktivitas pertambangan ilegal. Alternaif solusi ini bagai buah simalakama, jika diberlakukan, tampak seperti legitimasi pelaksanaan tambang inkonvensional yang sebenarnya itu jelas-jelas ilegal.

ESG dan Masa Depan Tata Kelola BUMN.

Isu ESG (Environment, Social, and Governance) telah menjadi sorotan utama dalam konteks bisnis dan investasi di era modern ini. Konsep ini menekankan pentingnya pertimbangan lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan dalam pengambilan keputusan bisnis. Dalam konteks pertambangan timah ilegal di Kepulauan Bangka Belitung, penerapan prinsip ESG dapat menjadi salah satu solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun