Ujung tombak bisnis adalah penjualan, dan penjualan adalah perkara mengajak orang mencoba menggunakan solusi yang kita tawarkan, dalam hal ini adalah produk yang kita jual.
Dalam KBBI, persuasif merupakan kata sifat yang berarti membujuk secara halus (agar menjadi yakin). Kita berusaha mengubah keyakinan orang dari sebelumnya skeptis untuk menjadi yakin dengan sesuatu yang kita tawarkan.
Saya belajar teknik persuasive dari Blair Warren yang dia kemukakan dalam bukunya The One Sentence Persuasion Course. Saya menemukan pembahasan ini karena dicuplik oleh Russel Brunson dalam bukunya Expert Secrets.
Secara singkat, Blair Warren mengungkapkan dalam satu kalimat:
People will do anything for those who encourage their dreams, justify their failures, allay their fears, confirm their suspicions, and help them throw rocks at their enemies.
Mari kita bahas satu persatu kunci ini.
1. Mendukung Impiannya
Jika menawarkan sesuatu jangan menggunakan perspektif apa yang kita mau, tapi gunakan apa yang sedang menjadi impian terbesar mereka, dan asosiasikan dengan hal yang kita tawarkan.
Kita seringkali memaksakan impian di kepala kita untuk menjadi impian orang lain juga. Padahal setiap individu sudah secara naluri memiliki keinginan sendiri yang mereka anggap penting.Â
Teknik yang dapat kita gunakan adalah menggali apa yang sebenarnya mereka inginkan (impian mereka) dan kemudian mengasosiasikan bahwa produk yang kita tawarkan akan mendukung impian mereka terwujud lebih mudah, dan lebih cepat.
Perhatikan bahasa-bahasa iklan yang sukses di sekitar kita, seringkali mereka tidak menonjolkan fitur produk mereka, namun membuat asosiasi terhadap impian terbesar audience iklan mereka.
Kuncinya: gali impian calon pelanggan Anda, asosiasikan dengan produk Anda bahwa produk kita dapat mendukung impian tersebut. Jangan sekali-sekali menyodorkan impian Anda sendiri saat melakukan persuasi.
2. Menerima Kesalahan Mereka
Semua orang pasti telah banyak berbuat dalam hidupnya, dan sering mencoba berbagai hal demi mencapai impiannya meski masih menemui kegagalan. "Pembujuk" yang baik tidak akan mempermasalahkan kesalahan yang telah mereka lakukan.Â
"Pembujuk" yang baik menerima itu semua dan membantu memberikan perspektif baru bahwa kesalahan yang pernah mereka lakukan telah usai dan bukan sepenuhnya salah mereka.
Daripada meributkan kesalahan yang telah mereka lakukan, seorang "pembujuk" yang baik akan menerima itu semua sehingga mereka tidak melakukan defensif dan membuka diri untuk menerima kesempatan baru yang kita tawarkan.
3. Menghilangkan Ketakutan Mereka
Untuk menerima hal baru, benak orang secara naluri akan memiliki ketakutan yang tanpa sebab tiba-tiba muncul. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman mereka di masa lalu, atau keterbatasan pemahaman yang mereka miliki. Sementara itu, seseorang jika dalam kondisi ketakutan (atau kecemasan/kekhawatiran) mereka tidak mampu berpikir hal lain selain apa yang mereka cemaskan.
Peran kitalah membantu mereka menurunkan (atau bahkan menghilangkan) rasa takut mereka. Bukan dengan menganjurkan mereka agar tidak takut, tapi menjadi teman atau bagian dari diri mereka menghadapi ketakutan yang mereka rasakan.Â
Memberikan perspektif baru terhadap kejadian atau bayangan yang mereka takutkan sehingga dapat menurunkan kadar takut mereka.
Jadilan teman mereka dalam menghadapi ketakutan!
4. Memahami Kecurigaan Mereka
Sama dengan ketakutan, benak orang akan otomatis menaruh curiga pada setiap orang yang menawarkan sesuatu, apalagi dari pihak yang belum mereka ketahui dengan baik. Seting awal benak orang adalah skeptis terhadap hal baru.
Daripada berkonfrontasi dengan kecurigaan mereka dan berusaha keras memaksakan agar mereka percaya, pahami saja bahwa kecurigaan itu hal yang normal. Dengan memahami kecurigaannya, mereka akan merasa aman dan lebih bisa mempercayai apa yang ingin kita sampaikan.
Ceritakan bahwa pada awalnya kita juga skeptis dengan produk yang kita tawarkan, namun dengan penjelasan yang tepat kecurigaan itu menjadi hilang dengan sendirinya.
5. Menjadi Kawan Menghadapi Musuh yang Sama
Di masa kampanye politik beberapa saat lalu, kita menyaksikan narasi "Us vs Them" atau "mau ikut kami atau ikut mereka". Seolah-olah tidak ada pilihan gradasi di tengah-tengahnya.Â
Dalam praktik persuasif, metode ini memang terbukti secara ilmiah cukup efektif dalam rangka memengaruhi benak audience. Kita seperti dipecah pada polarisasi "Kawan atau Musuh".
Pada dasarnya, semua orang memang memiliki musuh. Musuh ini tidak harus selalu diartikan pihak lain yang berseberangan, namun juga hal-hal yang selama ini susah untuk ditaklukkan. Memanfaatkan kondisi ini, maka jadikan produk yang ingin kita tawarkan sebagai senjata mereka menghajar musuh yang sedang mereka hadapi.
Jika itu adalah produk kecantikan, jadilah kawan untuk menghancurkan musuh "tidak pede karena tampil tidak menarik". Jika itu adalah produk pendidikan, jadilah kawan yang menawarkan senjata untuk menaklukkan musuh mereka berupa "kegagalan karena tidak memiliki pengetahuan yang dibutuhkan".
Identifikasi apa yang menjadi musuh audience kita dan asosiasikan produk/gagasan yang kita tawarkan untuk menjadi senjata mereka menghajar musuh-musuhnya!
Epilog
Kelima rumus kunci ini merupakan saripati pengalaman berpuluh-puluh tahun dari Blair Warren dalam mempelajari perkara persuasi.
Rumus ini sebenarnya generik terkait bagaimana memotivasi orang untuk mau melakukan sesuatu. Teknik ini dapat kita gunakan hampir untuk keperluan apapun yang berhubungan dengan menggerakkan orang menuju apa yang kita mau.
Menarik bukan? Siap mempraktikkan rumus ini dalam bahasa komunikasi marketing Anda sehari-hari?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H