Meski masyarakat sering tidak menggubris seruan Nabi Yunus, mereka tetaplah menaruh hormat kepadanya karena akhlak yang baik. Menyaksikan bahwa salah satu tokoh masyarakat yang dikenal jujur itu telah minggat, hati mereka pun akhirnya bergetar. Ketakutan bahwa bisa jadi esok memang benar azab akan datang.
"Yunus sudah tidak ada di rumahnya. Mungkin Ia hendak menyelamatkan diri karena sesuai dengan seruannya kemarin, esok akan ada azab dari Tuhan." seru salah satu penduduk ke penduduk lainnya.
Ketakutan dengan kenyataan ini, mereka pun kemudian berbondong-bondong bertaubat dan berpasrah diri hanya kepada Allah. Bertekad meninggalkan kemaksiatan dan memperbaiki akhlak.
Esok hari pun datang, dan azab yang diserukan Nabi Yunus benar-benar tidak terjadi karena mereka telah bertaubat sesuai dengan anjuran Nabi.
Di lain tempat di lain waktu, Nabi Yunus akhirnya diampuni oleh Allah. Ia 'dikeluarkan' dari perut ikan paus karena telah bertaubat atas kesalahan meninggalkan kaumnya. Masih merasa bersalah, Nabi Yunus kemudian kembali ke tempat kaumnya sambil mencari kabar berita dari orang-orang yang ditemuinya di sepanjang jalan, "Apakah telah terjadi bencana dan azab di tempat saya berasal?"
Beragam potongan kabar yang menghampiri Nabi Yunus sampai pada kesimpulan bahwa tidak pernah ada bencana di tempat kaumnya. Makin ciut hati Nabi Yunus. Merasakan salah dobel-dobel. Sudah pergi meninggalkan kaumnya, hal yang diperingatkannya pun urung terjadi.
Merasa malu, namun masih harus bertanggung jawab kembali ke kaumnya, Nabi Yunus pun menyaru dan diam-diam memasuki kampung asalnya. Ia takut dan malu pada kaumnya.
Sementara di sisi lain, kaum yang pernah ditinggalkannya itu juga mencari-cari Nabi Yunus. Ingin berbaian dan berterima kasih karena peringatannya benar, dan mereka kini telah bertaubat tersebab peringatan tersebut yang akhirnya mengurungkan azab terjadi di kampungnya.
***
Fragmen kejadian ini adalah gambaran kisah Nabi dan kaumnya. Kesalahan Nabi pun, tetap mengandung hikmah dan memunculkan jalinan cerita penuh pelajaran.
Namun sebagai pribadi yang serba terbatas, kita seringkali hanya mampu melihat realita semu sebatas wawasan dan anggapan kita belaka. Yang bisa jadi sering kurang komprehensif dan malah cenderung salah.