Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Segar Artikel Utama

Food Combining Saat Ramadan, Mengapa Tidak?

23 April 2021   15:08 Diperbarui: 24 April 2021   07:01 1914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola konsumsi kombinasi makanan yang pas, dapat membantu tubuh mencerna secara optimal. | Dok. unsplash.com

Setiap tubuh biasanya memiliki "kecocokannya" sendiri-sendiri. Ada yang bermasalah dengan lemak berlebih. Ada yang bermasalah dengan karbo berlebih. Tapi di sisi lain, ada yang lahap makan apapun tanpa memiliki efek buruk yang signifikan.

Hal ini biasanya dipengaruhi dengan kondisi tubuh, pikiran, dan aktivitas fisik yang dilakukan.

Saya sendiri, relatif tidak terlalu bermasalah mengkonsumsi apapun. Meski saat saya perhatikan lebih jauh, pola makan saya memang cenderung "terkontrol" secara alami karena jika ada suatu makanan yang masuk dengan "kadar" yang kurang sesuai, tubuh biasanya langsung memberikan sinyal seketika. Entah dengan mulut terasa sepo (istilah bahasa jawa yang saya sulit menemukan padanan bahasa Indonesianya) atau mulut yang "kelelahan" mengunyah.

Ya, saya memang memiliki tabiat "lelah" mengunyah jika sudah pada taraf tertentu.

Jika demikian, maka saya tidak hendak lagi melanjutkan makan. "Sinyal" menyala artinya makan saya berhenti. Sudah cukup.

Di sisi lain, saya juga terhitung aktif berolahraga. Biasanya saya #runtowork atau lari ke tempat kerja. Kebetulah jarak rumah dengan tempat kerja tidak sampai 5 km.

Kebiasaan lagi ini biasanya saya kombinasikan dengan #biketowork atau bersepeda ke kantor. Dengan kebiasaan ini, badan biasanya juga punya sinyal "tidak enak" jika sudah lama tidak berolahraga.

Kombinasi kebiasaan ini menyebabkan berat badan saya cenderung ideal di kisaran BMI normal. Tidak pernah lebih dan tidak pernah kurang.

Namun, cerita ini berbeda jauh dengan istri saya. Saat ini Ia sedang mengalami problem asam lambung yang jika sampai level parah bisa menyebabkan efek badan lemas dan sulit beraktivitas. 

Keluhan asam lambung tersebut biasanya muncul jika tidak memperhatikan asupan makanan yang masuk ke mulut, seperti banyaknya tepung, kafein, makanan olahan pabrik, atau protein hewani yang berlebih.

Beragam cara telah coba kami cari solusi pemecahannya. Konsultasi ke dokter yang berujung pemberian obat pun sudah pernah. Tapi hasilnya hanya temporer. Saat obat habis, keluhan pun tiba-tiba muncul kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun