Benar belaka, jika Anda berharap Gundala akan mengekor serial superhero Hollywood Marvel, maka bisa jadi kita kecewa sebab Gundala adalah sebenar-benarnya Patriot Negeri Ini.
Joko Anwar sukses menghadirkan Gundala sebagai pintu masuk hadirnya jagoan-jagoan lokal dengan tetap mempertahankan nuansa 'Indonesia banget'. Hampir tidak ada kesan bahwa Gundala ini 'meniru-niru' Hollywood.Â
Hal ini pantas jika menyimak pernyataan Joko Anwar saat konferensi pers filmnya bulan lalu yang memberikan pantangan bagi para pemain dan kru untuk menonton film lain sebagai referensi saat syuting Gundala. Buat saya, nyaris semua bagian tampak natural khas Indonesia, kecuali satu hal yang nanti akan saya ceritakan di belakang.
Sebagaimana diakui Joko Anwar, film inilah yang paling sulit proses penulisan ceritanya jika dibandingkan dengan film-film sebelumnya. Butuh waktu tujuh bulan untuk merampungkan cerita dan menghidupkan kembali Gundala di tengah masyarakat modern berdasarkan tokoh komik yang dibuat tahun 60-an.
Hasilnya? Seluruh alur cerita tampak masuk akal dan hidup. Logika penonton seperti tetap dihargai dengan menyuguhkan cerita-cerita yang memang bisa saja terjadi di sekitar kita.
Kekuatan utama film Gundala ini adalah pada cerita dan screenplay khas Joko Anwar sebagaimana di film-film karya sebelumnya. Jika ekspektasi Anda menonton dengan membawa 'kenangan Superhero Hollywood' yang penuh dengan laga pertarungan sengit serta efek CGI menakjubkan, tidak akan Anda temukan di sini.
Saya menilai justru di bagian pertarungan, kemampuan Joko Anwar tidak sehebat Gareth Evans. Saya sendiri merasakan nuansa yang hambar justru saat adegan perkelahian Sancaka (tokoh yang menjadi Gundala) dengan para musuhnya, tidak semenggelinjang saat menonton perkelahian sengit di film The Raids. Meskipun demikian, adegan ini masih cukup layak untuk dinikmati.
Untuk urusan Computer-Generated Imagery (CGI), saya kira Joko Anwar bermain cukup 'aman' untuk tidak mengumbar efek-efek CGI yang tidak perlu. Entah karena kemampuan budget yang tidak seleluasa Superhero Hollywood, atau memang akan jadi merusak cerita dan nuansa Indonesia yang dibangun Joko Anwar jika terlalu banyak efek-efek bombastis seperti film Rafathar.
Saya khawatir, jika efek CGI ini dipaksa terlalu banyak, nuansa 'sinetron Indosiar' ala burung elangnya akan terasa. Untungnya tidak.
Joko Anwar berhasil menyuguhkan 'kehidupan' kita sehari-hari dalam film Gundala yang serba tidak bisa dijustifikasi dan dinilai dengan mudah. Setiap karakter yang muncul seperti pernah kita dengar dan ketahui di sekitar kita. Bahkan guyonan, "sepreman-premannya lelaki, pasti takut istri" juga muncul di film ini.
Salah satu hal yang selalu membuat saya penasaran sebelum menonton film superhero adalah bagaimana si penulis cerita menghadirkan sosok jagoan super dengan tidak terlalu mengada-ada dan tetap nyaman di logika.
Termasuk dengan cerita kostum yang pasti tidak biasa dipakai orang normal. Untuk bagian ini pun, saya menilai Joko Anwar berhasil membangun narasinya.
Tidak seperti kehadiran Spiderman yang tiba-tiba jago berantem setelah mendapatkan kekuatan super, kronologi Sancaka memiliki ilmu bela diri di film ini lebih baik dan masuk akal. Meski kedua tokoh tersebut berasal dari karakter 'lelaki baik-baik'.
Pun dengan alasan 'mengapa harus memakai kostum seperti itu?' dibawakan dengan logis dan smooth.
Cerita ini mengingatkan saya pada kemunculan Spiderman pertama kali saat Perter Parker, yang diperankan Tobey Maguire, kebingungan mencari kostum yang pas saat harus beraksi. Malah, cerita versi Joko Anwar ini buat saya lebih menarik.Â
Sebab Gundala tidak 'memaksakan' diri dengan 'kostum sempurna ala superhero' di seri film pertamanya ini dengan (misal) seperti Peter Parker harus ikut kompetisi berantem dulu dengan harapan menang dan dapat hadiah uang untuk membuat kostum idealnya.
Ya benar, akan ada dua kostum Gundala dalam film ini. Kostum versi 'alakadarnya' yang seperti ditampilkan di posternya, dan kostum versi advance yang baru saya temukan saat menonton film ini hingga layar benar-benar dimatikan.
Ini juga yang menjadi faktor kejutan yang menarik yang dijadikan bridging oleh Joko Anwar menyambut seri Gundala selanjutnya.
Pintu Gerbang Munculnya Tokoh Lain
Sosok dan cerita masa lalu Pengkor menjadi kunci penting kemunculan rombongan Supervillain (sebutan superhero jahat) yang mungkin akan jadi musuh-musuh superhero lokal ini di seri selanjutnya.
Cerita ini juga dibawakan cukup masuk akal ke dalam skenario tanpa perlu berpanjang-panjang menghabiskan durasi.Â
Jalinan cerita berikut dengan 'lobang-lobang' kisah yang tersisa sepertinya sengaja dibuat oleh Joko Anwar agar bisa dilanjutkan dan dikembangkan untuk serial film selanjutnya. Buat saya, ini salah satu kecerdasan Joko Anwar dalam menulis cerita.
Tokoh-tokoh super berikut para pemerannya sebagaimana sudah saya sampaikan di tulisan saya sebelumnya, mulai ditampilkan di film Gundala ini. Siapa saja mereka yang muncul? Sebaiknya langsung ditonton sendiri.
Secara keseluruhan, film ini cukup menggembirakan saya dan membuat saya optimis terkait keberlanjutan serial Patriot (superhero lokal) ke depannya.
Joko Anwar berhasil menampilkan film pembuka dengan sangat baik dan bisa dinikmati. Harapan saya akan kemunculan film serial superhero lokal, terpuaskan dengan film pembuka ini.
Selamat menonton di bioskop.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H