Dia sebenarnya lebih nyaman menghentikan 'bimbingan sukarela' ini dan mengarahkan ke pembimbing resminya. Cuma 'uang kopi' yang masuk terlalu sayang dilewati.
"Lagipula, Pak Zul ini pejabat dewan yang dapat saya gunakan jika sewaktu-waktu dibutuhkan," pikirnya.
***
Hari itu tanggal 17 Agustus 1989, Kyai Sepuh bertindak sebagai pembina upacara Hari Proklamasi. Di hadapan peserta upacara yang semuanya santri bersarung, setelah pengibaran bendera Kyai Sepuh menyampaikan pesan,
"Para pahlawan kita dulu, mbah-mbah ulama sesepuh kita dulu, berjuang agar Indonesia merdeka. Mereka dengan sabar membimbing masyarakat agar sadar dan cinta terhadap tanah airnya. Bermusyawarah dengan semua elemen bangsa ini, untuk mencapai kesepakatan bersatu dalam NKRI. Maka, pesanku pada kalian semua: Nak, berterima kasihlah kepada para beliau itu, dengan cara menjadi pahlawan selepas kalian semua lulus nanti di masyarakat. Berjuanglah dengan ilmu yang telah kalian miliki dan timba di sini. Yang bisanya hanya ngajar iqro' anak-anak, berjuanglah dengan mengajar anak-anak tetanggamu. Yang bisa jadi ilmuan, sekolahlah yang tinggi dan jadikan ilmumu untuk pencerahan dan kemajuan bangsamu. Ikhlaslah dengan ilmumu. Jadi orang jangan suka itung-itungan sama manusia. Jangan berharap rezeki dari manusia karena ilmumu. Ikhlaslah lillahita'alah. Yang pintar belum tentu amanah dengan ilmunya, maka jangan sombong. Yang nggak pintar belum tentu tidak manfaat ilmunya, maka jangan putus semangat."
"Besok hari jumat, selepas salat jumat akan diumumkan hasil lomba-lomba kemarin, silakan bisa melihat di papan pengumuman asrama masing-masing," tidak lupa Kyai Sepuh menyampaikan pesan titipan panitia terkait perlombaan hari kemerdekaan di pesantren sebelum upacara dibubarkan.
"Upacara selesai, upacara dapat dibubarkan," petugas protokol membaca susunan acara.
"Bubar barisan, jalan!" Pemimpin upacara memberikan instruksi.
Sejurus kemudian seluruh peserta membubarkan diri dan kembali ke asrama.
"Kira-kira siapa ya yang menang lomba cerdas cermat?" Tanya Amin
"Paling Majid lagi, atau kalau tidak ya Sulaiman. Mereka jajaran santri brilian di pesantren ini," jawab Hasan.