Kenyal, hot, menggugah selera, dan basahh...
Saya baru mengenalnya ketika tinggal di Pulau Bangka. Pertama berjumpa, kemudian ketagihan. Saya kemudian mencicipi kala di Palembang, dan Bengkulu.
Selama tinggal di Pulau Jawa, saya tidak pernah berjumpa dengannya. Bukan tidak ada, tapi karena tidak banyak dan belum pernah tahu, bisa jadi kehadirannya saya lupakan. Minimal tidak menarik minat saya.
Kini hampir tiap malam lewat depan rumah. Godaannya sungguh susah ditolak. Lewatnya malam-malam betul, lagi. Di atas jam sepuluh. Kondisi dingin jadi makin nikmat menyeruput sambil menyium aromanya.
Harganya murah. Sepuluh ribu saja. Model namanya.
Kuliner ini biasanya dijual bersamaan dengan pempek khas Palembang. Asalnya memang Palembang. Satu keluarga dengan tekwan.
Bagi saya yang orang Jawa, ini semacam bakso belaka. Cuma bedanya, aroma ikan lebih terasa daripada daging layaknya bakso. Selain itu, tambahan cacahan timun menjadikan kuliner ini sudah keluar dari khittohnya bakso. Maka celetukan spontan kami kala dulu, "Bakso kok pakai timun."
Disajikan dalam sebuah mangkuk, isinya olahan gandum dan ikan gabus seperti pempek namun lebih lembek, dicampur dengan mie bihun dan irisan tahu. Sebelum kemudian diguyur dengan kuah yang sama dengan kuah tekwan.
Terakhir, topping bawang goreng dan cacahan daun seledri ditaburkan untuk kemudian siap disantap.
Model ini memang semacam 'irisan' pertemuan kuliner tekwan dengan pempek saja. Adonan utamanya mirip pempek kapal selam namun menggunakan isi tahu, bukan telur. Selebihnya, jika pempek disajikan dengan kuah cuko pekatnya, model disajikan dengan kelengkapan dan kuah sama dengan tekwan.
Nikmatnya tiada tara. Kalau dibandingkan dengan model di tempat lain, yang lewat di depan rumah tiap malam ini lah juaranya. Sedap betul. Murah lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H