Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Listrik Padam dan Internet Lumpuh adalah Momen Kita Bersyukur

4 Agustus 2019   23:40 Diperbarui: 6 Agustus 2019   02:33 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya saya mau menulis tentang Sentot Alibasha Prawirodirjo, sosok yang mendapat julukan Napoleon-nya Pulau Jawa. Sosok ini menarik menurut saya karena pernah menjadi tangan kanan Pangeran Diponegoro saat Perang Jawa, namun di akhir hayatnya ada yang menyebut bahwa beliau kemudian menjadi penghianat yang memihak Belanda.

Bahkan diabadikan oleh Iksaka Banu dalam buku kumpulan cerpennya, Teh dan Pengkhianat yang sangat nampak sekali bahwa Sentot Alibasha adalan sosok pengkhiatnya itu.

Saya penah sekali melewati depan makamnya di Bengkulu. Berada di kompleks pemakaman umum, namun jelas dibedakan dengan makam lainnya karena memiliki bangunan tersendiri layaknya makam keramat di Jawa. Meski tidak tampak keramaian khas makam-makam orang besar.

Tulisan ini tidak saya lanjutkan karena saya kesulitan mencari data pendukung.

Kemudian saya hendak menuliskan sosok Johan Paul van Limburg Stirum. Sosok ini tidak banyak disebut di buku-buku sejarah di Indonesia. Seingat saya selama menjalani sekolah SD hingga SMA, tidak pernah tersebut nama ini. Konon, sosok inilah yang pertama kali memasukkan sistem kurikulum paling teratur dan terintegrasi di Nusantara yang kemudian hingga sekarang diadopsi oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Cerita ini saya dapatkan dari buku Sekolah Biasa Saja tulisan Toto Raharjo.

Namun seperti perkara pertama di atas, tulisan saya berhenti karena kesulitan mencari tambahan informasi.

Sebabnya apa? Internet saya ngadat.

Saat ini internet saya macet. Mungkin efek listrik padam seharian ini di Jabodetabek. Saya pun baru tahu saat malam hendak berganti hari. Tidak ada teve di rumah, dan seharian kesulitan mengakses internet.

Padahal saya harus menulis sesuatu hari ini. Dan saya baru menyadari bahwa betapa lemahnya saya. Kala internet padam, terasa betul susahnya mencari bahan tulisan dengan waktu mepet. Hendak memverifikasi suatu peristiwa, atau memperkuat suatu argumen untuk bahan tulisanpun, terasa sangat susah tanpa koneksi internet yang lancar.

Sungguh, betapa kufur nikmatnya saya jika saat-saat sambungan internet lancar, tidak aktif berkarya dan memproduksi sesuatu. Kapok betul sekarang saat semua 'nikmat' itu dicabut di kala kondisi seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun