Aku memperhatikan Gilang. Aku baru sadar ada memar di wajah Gilang. Air mata mengalir dari sudut mataku. Gilang memang seperti itu, setiap hari orang tuanya dilecehkan entah kenapa.Â
Jadi saya percaya apayang dia katakan sebelumnya, karena dia memiliki masalah yang lebih serius dibandingkan saya. Aku memeluk Gilang dan mengucapkan terima kasih dan lalu bergegas pulang. Sesampainya di rumah aku disambut dengan pelukan hangat oleh kedua orang tuaku, mereka sangat khawatir, seperti Gilang.
Singkat cerita, dua tahun kemudian, saya duduk di kursi panjang ini lagi dan tanggalnya sama. Gilang menghangatkanku dengan kata-katanya. 28 Desember, setiap tanggal 28 Desember aku selalu di sini menunggu tepukan di pundak dari seseorang yang aku cintai. Berharap Gilang kembali dan memberikan beberapa nasihat yang sangat berharga.Â
Namun, saya menyadari bahwa itu tidak akan mungkin. Gilang meninggal dua tahun lalu dalam sebuah kecelakaan, tepat setelah aku pulang.Â
Selama dua tahun terakhir, saya selalu duduk di sini di musin dingin. Memikirkan Gilang dengan kata-kata yang menghangatkan jiwa. Terima kasih Gilang. I Love You.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H