Mohon tunggu...
Tria saputri simamora
Tria saputri simamora Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Karena semua ruang memiliki kisah, maka mencoba merawat semua melalui tulisan. Bagi yang mau beri saran dan kritik dapat email ke triasimamora5@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Haruskah Kita Berguru dari Masyarakat Jepang?

30 Januari 2019   13:52 Diperbarui: 30 Januari 2019   13:57 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di Kota Kanazawa

Jika beberapa waktu lalu saya membagikan tulisan  bagaimana mempersiapkan diri jika anda solo travel di Jepang. Kali ini saya akan membagikan pandangan saya mengenai karakter masyarakat Jepang.

Berangkat dari pengalaman saya berkelana sendirian di Jepang, maka mengharuskan saya lebih sering berinteraksi dengan masyarakat lokal. Sikap keramah - tamahan masyarakat Jepang sudah tidak diragukan lagi.

Saya mengalami secara langsung bagaimana sikap masyarakat lokal memperlakukan saya sebagai turis. Salah satu perlakuan yang saya terima adalah saat saya berkujung ke kota Kanazawa. Saat saya tiba dikota Kanazawa saat itu sudah pukul larut malam.

Kota Kanazawa memang tak seramai kota-kota lainnya seperti Tokyo atau Osaka jadi pada kondisi tengah malam kota itu tampak sepi.

Akhirnya dari stasiun Kanazawa saya menggunakan taksi menuju hostel. Pelayanan dari bapak sopir tersebut sangat luar biasa, beliau rela mengantarkan saya sampai hostel, padahal hostelnya cukup jauh dari lokasi dia memarkir mobilnya.

Saya bahkan menyesal telah berprasangka buruk terhadap bapak tersebut. Tidak sampai disitu, pelayanan hostel pun membuat saya tersanjung. Berkali-kali mereka mencoba  menghubungi saya via email karena khawatir saya tidak kunjung datang hingga tengah malam.

Malam itu saya sangat terkagum dengan sikap masyarakat Jepang. Saya kembali merasakan sikap menghargai, empati,serta kepeduliannya yang sudah sangat jarang saya temui. Saya selalu terkagum kagum dengan budaya dan etika sosial masyarakat Jepang yang tetap tertanam walaupun mereka berstatus negara yang kaya akan  keragaman kehidupan modern.

Setelah kembalinya saya ke Jakarta saya merasakan perbedaan yang cukup besar antara budaya Jepang dengan masyarakat di Indonesia.

Jika kita melihat dari segi manapun kita cukup tertinggal dari negeri sakura ini. Padahal bila kita melihat lebih dalam potensi Indonesia untuk maju sangatlah besar.

Contoh kecilnya, kita mengetahui bahwa sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, tetapi kita masih berkutat pada masalah yang tidak terselesaikan.

Jika kita bandingkan dengan Jepang yang memiliki sumber daya alam yang rendah namun kita harus akui Jepang mampu menjadi negara yang maju.

Dari gambaran itu semua menghadirkan banyak pertanyaan tentang nilai-nilai apa yang masyarakat Jepang terus pertahankan ditengah pesatnya teknologi, informasi dan modernisasi. Hingga saya melakukan pencarian informasi melalui artikel dan jurnal tentang karakter yang membentuk masyarakat Jepang.

Dari hasil informasi tersebut saya mendapatkan pemahaman bahwa perilaku masyarakat Jepang dalam kehidupan sehari-hari didasarkan pada sejumlah prinsip hidup yang didalamnya mengandung moral kebudayaan samurai.

Samurai sendiri adalah anggota kasta militer yang kuat dan berkuasa pada abad ke-12 di Jepang. Kehormatan, disiplin dan moralitas tradisional yang dikenal sebagai bushido atau "jalan sang prajurit" dihidupkan kembali dan dijadikan kode etik dasar bagi sebagian besar masyarakat Jepang. Ada beberapa nilai-nilai sikap samurai masih tetap melekat dalam masyarakat Jepang masa kini yaitu:

 Bushido

Sikap ini menekankan pada kehormatan dan kesetiaan kepada atasan melebihi apapun dan takut apabila tidak mampu menyelesaikan emban atau tanggung jawab daripada kematian.

Makoto

Kejujuran dalam menyelesaikan tugas menjadi dasar nilai ini. Bahkan dalam nilai ini kita diajarkan bahwa kita harus baik kepada siapapun baik itu kawan maupun lawan

Genchi Genbutsu

Nilai ini mengajarkan bahwa kita sebagai manusia tidak hidup oleh berteori saja melainkan harus diimbangi dengan praktik. Istilah lainnya bila kita hanya sibuk berteori kita tidak lebih baik dari tong kosong.

Hansei

Dalam Bahasa Jepang hansei berarti perenungan atau peninjauan ulang. Jika dalam menyelesaikan sesuatu baiknya kita melakukan evaluasi agar tiap kesalahan atau kerusakan dapat diminimalisir dikemudian hari.  

Itu adalah sebagian kualitas perilaku seorang samurai yang hingga hari ini yang masih tetap tercermin dalam kehidupan bermasyarakat di Jepang.

Maka tidak heran kita jarang menemukan kasus-kasus seperti korupsi atau tindakan yang merugikan orang banyak di Jepang. Karena kehormatan diri sangat penting dibanding apapun.

Walaupun zaman berubah dan pesatnya teknologi tidak membuat masyarakat Jepang kehilangan nilai-nilai tersebut, bahkan nilai tersebut menjadi karakter bangsa dengan kualitas perilaku yang baik.

Lalu, apakah kita sebagai masyarakat Indonesia bisa meniru nilai-nilai tersebut? BISA!

Di Indonesia sendiri kita sudah memilki nilai leluhur yang sangat baik, seperti toleransi, budi pekerti, gotong royong, saling menghargai dan menghormati.

Jika menggabungkan nilai-nilai tersebut sudah pasti kita  bisa lebih baik dari kualitas karakter masyarakat Jepang, ditambah kita masyarakat Indonesia adalah negara yang berTuhan, seharusnya kita lebih mengetahui tentang yang benar dan tidak.

Tetapi nilai-nilai tersebut mulai luntur seiring berkembangnya teknologi dan informasi. Pada akhirnya saat semua informasi masuk dan terjadi modernisasi, kita masyarakat Indonesia menjadi kehilangan jatidiri dan mulai meninggalkan budaya-budaya luhur kita.

Apakah kita sebagai masyarakat Indonesia bisa memperbaikinya? SANGAT BISA!

Kita bisa memulai dari hal-hal kecil seperti yang saya dapatkan dari perjalanan selama di Jepang, yaitu budaya mengantri yang baik, mentaati peraturan lalu lintas, tidak membuang sampah sembarangan, dan budaya sopan santun kepada siapapun. Saya percaya tiap perubahan kecil sangat berdampak menuju perubahan yang besar. Pemahaman yang saya dapatkan adalah berapapun besar potensi kekayaan alam, teknologi, dll  suatu bangsa tidak dapat menggantikan potensi sumber daya manusia. Maka mari untuk perubahan besar kita mulai dari diri sendiri.

Bekasi, 29 Januari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun