Sontak saja aku terkejut dan tertawa kecil tak menyangka dengan apa yang kusaksikan, rasa iba hilang seketika karena merasa tertipu. Dengan wajah datar aku tak jadi memberikan koin seribu yang ada di genggaman tanganku. Ibu itupun berlalu, dan aku kembali membaca buku yang tertunda cukup lama. Koin seribu yang sedari tadi kupegang, ingin kusimpan kembali ke dompet, belum sempat aku simpan, aku terdiam merenung, mungkin seperti ini rasanya orang yang menemukan hidayah, secepat mungkin muncul beberapa kata-kata memenuhi  pikiranku,
"Apa susahnya memberi, toh itu hanya koin seribu!"
"Memangnya kamu bisa menolong lebih dari itu"
"Ingin mencoba menolong orang saja mesti banyak pertimbangan?"
"Memangnya kamu siapa? Bisa menilai orang lain?" dll
Semua kata-kata itu muncul dan memenuhi isi kepalaku, yang dirasa hanya antara marah dan malu pada sendiri . Masih ku genggam koin itu sampai aku terngiang akan kata seseorang yang selalu mengajarkan aku tentang kebaikan katanya " Bagaimana bisa kita mengasihi Tuhan yang tidak terlihat, jika yang jelas terlihat tidak kita kasihi".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H