Semua memiliki suatu harapan terpendam akan sesuatu, yang terkadang tidak terang-terangan untuk diungkapkan. Menggantungkannya pada semesta, berharap didengar dan terkabulkan. Namun ada baiknya cobalah sedikit mengungkapkan, biar ada yang menangkap maksud kita walaupun tidak seratus persen.
Sama halnya dengan orangtuaku, mendengar curahan hati si mama mengenai kampung halamannya dulu membuat kami terenyuh untuk mengagendakan liburan singkat. Mengatur jadwal, memperkirakan budget perjalanan untuk satu keluarga membuat sedikit kelimpungan. Â Mama pun sebenarnya tersadar akan itu, mungkin bagi beliau dengan menceritakannya membuat bagian dari dirinya lega.
"Nanti aja kapan-kapan, pas ada waktu samaan sama ada rezeki bisa berangkat bareng"
Hati terasa berdesir dibuatnya, maklum kami sudah memiliki tanggung jawab dalam suatu pekerjaan untuk hari libur pun terkadang tidak bisa leluasa.
Jika aku jadi mama memendam keinginan seperti itu apakah akan mampu bertahan dan tersenyum tanpa ada maksud memberatkan anak-anaknya.
Teringat jaman di perantauan saja merasa berat terpisah jarak ratusan kilo dari rumah dan keluarga, rasanya mood mudah banget terganti ujungnya baper dan merasa apa yang dilakukan kaya ngambang udah ga ada semangatnya. Nelpon pun ga sepenuhnya mengobati rasa rindu. Bakal stuck klo udah direspon "Yaudah pulang aja dulu.." pengertiannya orang tua kepada anaknya seperti itu. Saat itu bener-bener pulang, biarpun hanya beberapa hari.
Sebaliknya, jadi beda banget ya ketika orang tua seperti itu, merindu dengan kampung halaman. Namun kita masih aja ada seribu satu alasan menunda keinginannya.
Andaikan merindu mampu melipat jarak, menggenggam banyak rasa terpendam dan terburai menjadi satu kesempatan, kuingin satu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H