Mohon tunggu...
Tri Admoko
Tri Admoko Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dana Aspirasi DPR: Merampok Atas Nama Rakyat (Lagi)

14 Juni 2015   15:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03 1318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih kita ingat periode kemarin DPR mengusulkan dana aspirasi senilai 15 miliar rupiah per anggota. Namun akibat gelombang protes dari rakyat, akhirnya ditolak oleh pemerintahan SBY saat itu. Sekarang dengan “semangat” baru para dewan kembali mengusulkan dana aspirasi.

Entah apa yang sebenarnya yang akan dilakukan para anggota dewan dengan dana fantastis yang disebut-sebut per kepala akan mendapat jatah 20 miliar rupiah. WOW bukan?. Dan hitung saja jika anggota parlemen tersebut yang jumlahnya 560 orang dikalikan 20 maka angka yang keluar adalah 11200, artinya total anggaran dana aspirasi adalah 11,2 triliun rupiah.

Dengan uang sebegitu melimpah, semakin meyakinkan kita bahwa dana itu rawan--atau malah sengaja--untuk diselewengkan. Memang ini adalah opini subjektif penulis saja, namun jika diperhatikan ada beberapa hal krusial nan fundamental yang dapat mendukung hipotesis penulis terkait dana aspirasi DPR tersebut.

Pertama, tujuan dana aspirasi masih abu-abu. Seperti yang diklaim Muhammad Misbakhun, Wakil Ketua Tim Mekanisme Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP), dana itu hendak dijadikan strategi pemerataan pembangunan nasional (tribunnews.com, 9 Juni). Persoalannya, jika lebih dari setengah anggota dewan berasal dari daerah pemilihan Jawa, sedangkan sisanya dari luar Jawa. Jika Jakarta misalnya, dengan angka kemiskinan 10 % terdapat 5 anggota dewan dengan dana Rp. 100 miliar. Sedangkan di Papua dengan tingkat kemiskinan 27%, memperoleh Rp.60 miliar dari 3 anggota dewan. Lalu dimana letak pemerataan pembangunan tersebut?

Kedua, soal skema penyaluran dana. Jika dikemukakan bahwa dana aspirasi akan dimasukkan dalam APBN 2016, lalu dialirkan ke APBD dari pemerintah kabupaten ke pemerintah desa. Mekanisme seperti ini membuat tumpang tindih dengan dana desa.

Ketiga, terkait fungsi dan kedudukan DPR. Sebagaimana diketahui, DPR hanya memiliki fungsi legislasi, budgeting dan pengawasan. Fungsi budgeting disini hanya sebatas memberikan persetujuan anggaran dari eksekutif. Jadi tidak ada hak DPR untuk meminta anggaran dana aspirasi dari APBN. Andai saja implementornya adalah eksekutif, tetapi dengan melihat fungsi DPR, tetap saja tidak ada satu pun fungsi DPR sebagai pengusul program.

Keempat, tidak ada payung hukum yang kuat. Dalam mengusulkan dana aspirasi, DPR menggunakan pasal 80 huruf (j) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014. Berbagai pengamat politik menilai argumen DPR tersebut tidak berdasar, dan terkesan akal-akalan. Selain itu dalam Pasal 12 ayat (2)  Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, RAPBN disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) bukan pada daerah pemilihan.

Akhirnya, saya ingin menekankan bahwa ketidakjelasan usulan DPR tersebut terlebih pada tranparansi dan akuntabilitasnya, hanyalah alibi anggota DPR untuk semakin menyengsarakan rakyatnya yang dilegalkan dengan nama dana aspirasi. Banyak juga yang menilai, dana aspirasi hanyalah kepentingan politik para anggota dewan untuk mengembalikan modal saat kontes pemilu lalu.

Sudah saatnya para anggota dewan berbenah diri dan fokus pada tugas pokok dan fungsinya. Menyelesaikan tugas legislasi yang tertunda-tunda. Bukannya memenuhi ambisi untuk menambah pundi-pundi pribadi dan kelompoknya sendiri atas nama rakyat di bumi pertiwi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun