Mohon tunggu...
Tria Cahya Puspita
Tria Cahya Puspita Mohon Tunggu... Lainnya - -

Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Lihat, dengar dan rasakan...menulis dengan hati.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menciptakan Petani Milenial

19 November 2023   11:51 Diperbarui: 19 November 2023   12:03 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : BPS, diolah

Indonesia sebagai negara penghasil pangan, saat ini dihadapkan pada potensi berkurangnya pasokan pangan dalam negeri. Sebab pertanian di Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim. Alih fungsi lahan yang terus terjadi juga disinyalir menjadi penyebab menurunnya produktivitas pangan dalam beberapa dekade. Tenaga kerja di sektor pertanian pun menurun cukup signifikan. Terutama berkurangnya petani usia muda yang menjadi faktor penentu dalam menjaga ketahanan pangan di era digitalisasi. Tenaga kerja di sektor pertanian saat ini lebih banyak yang berusia tua.

Kementerian Pertanian kemudian meluncurkan program petani milenial sejak 20 Mei 2021 sebagai salah satu upaya meningkatkan jumlah petani muda. Beberapa daerah pun telah mencari petani milenial melalui proses seleksi guna menarik minat generasi muda terjun ke sektor pertanian. Namun sayangnya sejak program tersebut diluncurkan belum menunjukkan hasil yang maksimal. Sementara data tenaga kerja di sektor pertanian menunjukkan tren yang terus menurun.

Pada tahun 2008, penduduk yang bekerja di sektor pertanian masih di kisaran 41%. Sedangkan berdasarkan data Sakernas BPS 2023, penduduk bekerja berdasarkan lapangan pekerjaan utama di sektor pertanian pada februari 2023 menjadi sebesar 29,36%. Penurunan yang terjadi dalam rentang 15 tahun terakhir cukup signifikan.

Generasi muda saat ini hidup di jaman digitalisasi mulai berkembang. Terutama saat pandemi yang membuat digitalisasi terakselerasi dengan cepat. Peluang pekerjaan baru yang lebih menarik banyak bermunculan akibat perkembangan digital. Pekerjaan seperti youtuber dan influencer merupakan pekerjaan yang dahulu tidak pernah terbayangkan.

Berbeda dengan hal itu, sebagian besar generasi muda enggan dan menganggap sektor pertanian kurang menarik. Membajak, mencangkul, berkotor ria bukan menjadi pekerjaan idaman. Terbayang betapa berat dan tidak menariknya menjadi petani. Pekerjaan yang membutuhkan tenaga besar namun mendapatkan penghasilan yang sedikit. Bandingkan dengan pekerjaan menjadi youtuber atau influencer di sosial media. Pekerjaan yang terkesan menyenangkan, menjadi terkenal dan dalam tempo singkat mendapatkan penghasilan yang besar.

Menciptakan Petani Milenial

Berdasarkan Laporan Future Work 2023 dari World Economic Forum (WEF), terdapat pergeseran pasar tenaga kerja dalam 5 tahun ke depan. Tiga kunci pergeseran pekerjaan tersebut adalah transisi hijau, teknologi, dan ekonomi outlook. Laporan Future Work 2023 menyebutkan pekerjaan terbesar yang akan tercipta berasal dari sektor pendidikan dan pertanian. Tenaga profesional dari pertanian akan tumbuh 15%-30% atau sekitar 4 juta pekerjaan. Sedangkan untuk sektor pendidikan, sekitar 3 juta pekerjaan akan bertambah.

Hal tersebut merupakan peluang yang perlu dicermati. Dalam jangka panjang, pemerintah sebaiknya mulai mengembangkan pendidikan di bidang pertanian yang lebih menarik. Tidak hanya pendidikan di bangku kuliah saja, namun juga pendidikan terkait pertanian sejak masuk sekolah. Pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang menumbuhkan kecintaan terhadap sektor pertanian sejak dini.

Pemerintah dapat menambahkan pelajaran pertanian ke dalam kurikulum pendidikan sekolah. Tidak hanya secara keilmuan namun juga praktek langsung. Sebagai contoh siswa dapat belajar bercocok tanam di lingkungan pekarangan rumah dan sekolah. Nantinya hasil dari bercocok tanam tersebut dapat dijual kepada masyarakat di sekitar sekolah dengan biaya terjangkau melalui program yang diinisiasi pihak sekolah.    

Di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, pemerintah harus dapat menciptakan dan mengarahkan talenta digital untuk memajukan sektor pertanian. Kurikulum diarahkan bukan hanya pertanian alam, namun juga pengembangan di sisi mekanisasi pertanian dan digitalisasi pertanian yang tidak merusak alam. Mendorong siswa menciptakan inovasi baru yang ramah lingkungan, memudahkan pekerjaan petani, dan meningkatkan produktivitas pertanian.

Merubah Mindset

Peningkatan produktivitas pertanian dapat dilakukan melalui pengembangan digital farming di sisi hulu. Namun hal ini masih terkendala oleh tingginya biaya pengembangan infrastruktur. Alat digital farming dinilai masih sangat mahal bagi petani.

Di sisi lain, merubah mindset petani untuk modernisasi pertanian tidak mudah. Petani melakukan pekerjaannya sama dengan yang dilakukan generasi sebelumnya. Rata-rata petani baru percaya apabila telah melihat secara langsung. Selain itu, kecenderungan petani saat ini adalah menginginkan hasil yang instan dan enggan melalui proses yang rumit. Digitalisasi pertanian dinilai sebagai hal yang rumit bagi petani generasi tua.

Untuk mengatasinya, pemerintah dan perusahaan/instansi dapat meningkatkan bantuan dana program penelitian di sektor pertanian kepada mahasiswa yang mengembangkan digitalisasi pertanian. Pemerintah dan perusahaan/instansi juga dapat memberikan subsidi pembelian alat digital farming atau bahkan memberikan bantuan program CSR berupa alat digital pertanian kepada klaster.  

Sebagaimana Bank Indonesia, telah memberikan bantuan digital farming di beberapa daerah guna mendorong peningkatan produktivitas pertanian untuk ketahanan pangan. BI memberikan bantuan secara menyeluruh termasuk pendampingan klaster melalui peningkatan pengetahuan digital farming dan pengoperasian peralatan. Hal ini dapat merubah mindset petani di desa yang melihat secara langsung pertanian modern. Sehingga menularkan minat untuk bertransformasi ke pertanian modern kepada kerabat dan keluarga termasuk anak.  

Merubah mindset memang tidak mudah. Namun bila dilakukan oleh berbagai pihak secara bersama-sama, dapat mempengaruhi lingkungan untuk menerima pertanian modern yang ramah lingkungan. Selain itu, pemerintah sebaiknya bukan mencari petani milenial melainkan menciptakan petani milenial sejak dini. Untuk menciptakan petani milenial, pemerintah perlu menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap sektor pertanian. Merubah stigma melalui dunia pendidikan bahwa menjadi petani milenial itu keren dan dapat menghasilkan pendapatan yang memadai. Menjadi petani milenial bukan hanya sekedar pekerjaan. Namun juga menjadi bagian dari menjaga ketahanan pangan dan kelangsungan hidup generasi penerus bangsa.

Disclaimer : Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun