Namun tidak ada pelarangan yang lebih terinci bila dilakukan oleh perorangan. Selain itu, pada pasal lainnya memang ada pelarangan jual beli uang, namun pelarangan tersebut diperuntukkan Rupiah dalam kondisi yang sudah rusak. Â Untuk lebih jelasnya berikut saya cantumkan isi dari beberapa pasal yang saya maksudkan.
Pada pasal 22 ayat (1) dan (4), disebutkan bahwa:
Ayat (1) : Untuk memenuhi kebutuhan Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi yang layak edar, Rupiah yang beredar di masyarakat dapat ditukarkan dengan ketentuan sebagai berikut :
- Penukaran Rupiah dapat dilakukan dalam pecahan yang sama atau pecahan yang lain; dan/atau
- Penukaran Rupiah yang lusuh dan/atau rusak sebagian karena terbakar atau sebab lainnya dilakukan penggantian dengan nilai yang sama nominalnya.
Ayat (4) : Penukaran Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia, bank yang beroperasi di Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Bunyi pasal 25 ayat (2) sebagai berikut : Setiap orang dilarang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.
Kembali kepada "penjual" uang, bolehkah praktik "jual beli" uang tersebut dilakukan?
Semuanya tergantung kepada yang "membeli" apakah mau membayar sejumlah uang kepada si "penjual". Sementara BI dan Bank Umum meng"gratis"kan penukaran uang Rupiah atau tidak memungut biaya. Bahkan, bila beruntung anda bisa saja mendapatkan uang pecahan tahun emisi 2016 yang baru saja di launching BI tanggal 19 Desember 2016 lalu, saat anda menukarkan uang di kas keliling BI atau Bank Umum. Kalau ada yang gratis, lantas kenapa anda harus membayar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H