Mohon tunggu...
Tria Cahya Puspita
Tria Cahya Puspita Mohon Tunggu... Lainnya - -

Katakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Lihat, dengar dan rasakan...menulis dengan hati.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nyawa Seharga Handphone

4 April 2013   17:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:44 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu sore sepulang kantor, saat perjalanan pulang ke rumah berkendara dengan sepeda motor, seorang pengendara motor tiba-tiba menyalip dan berada  di depan saya. Ia menelikung saya seenaknya, sementara matanya tertuju pada suatu benda di tangannya.  Sebuah benda kecil berwarna hitam menyembul dari genggaman. Ia pun sibuk memencet-mencet benda itu dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memegang stang sepeda motor. Ia begitu asik dengan benda tersebut. Sesekali menengadah melihat jalan di depannya.

Saya geram dengan caranya berkendara, namun saya tenangkan hati. Ketika dapat mensejajarkan motor dengannya, saya memintanya agar menyimpan dulu benda tersebut. Tapi, jawaban yang saya dapatkan sungguh sangat mengejutkan. "Handphone juga handphone saya, kenapa ngurusin !" katanya dengan sengit. Saya hanya bisa geleng-geleng dan mengurut dada mendengarnya. Gadis muda yang cantik namun buruk sikapnya.

Pemandangan yang demikian kerap kali saya jumpai di jalan. Berbagai macam orang dari lapisan masyarakat manapun, masih saja menggunakan handphone ketika mengemudi. Tidak saja untuk menelpon bahkan sambil mengetik sms. Saya malah pernah melihat seseorang sedang menyeberang jalan dengan mengendarai motor sambil sms-an dengan santainya. Hebat sekali ! Sangat multitasking.

Tidakkah mereka sadari bahwa perilaku yang demikian membahayakan nyawa orang lain !

Mungkin sebagian besar orang yang melakukannya berpikir sama dengan gadis tadi. Merasa bahwa itu handphone miliknya dan orang lain tidak berhak menegurnya. Ok. Benda itu memang milik mereka. Namun akibat dari perbuatan tersebut tidak mereka sadari. Bahwa nyawa orang lain bisa melayang karena mereka !

Telah banyak kasus kecelakaan terjadi akibat perilaku tersebut. Dari masyarakat biasa hingga kalangan artis tewas ditempat bahkan mengakibatkan korban jiwa. Sekian banyaknya kasus kecelakaan tersebut mengapa tidak membuka mata dan hati yang lainnya ?

Apakah hanya karena ingin bergaya, memberitahu bahwa saya mempunyai ponsel ? Padahal ponsel yang ia miliki belum tentu telepon genggam yang mahal. Sudah banyak bertebaran handphone murah meriah sekarang ini, tidak seperti dulu ketika pertama kali kemunculannya dengan harga yang mencengangkan. Dengan harga 300 ribu rupiah pun kini sudah bisa mendapatkannya. Lantas, apakah nyawa orang lain seharga itu ?!

Ataukah karena merasa tidak memiliki waktu yang cukup untuk berhenti sejenak, sekedar menjawab telepon/membalas sms? Pantaskah waktu yang sebentar dari melakukan kegiatan itu merenggut kerabat, saudara, handai taulan orang lain? Apakah waktumu lebih berharga dari harga sebuah jiwa ?!

Oprah Winfrey, pemandu acara talkshow terkenal pun telah menyadari bahaya berkendara dengan menggunakan telepon genggam. Ia mengkampanyekan bahaya berkendaraan dengan ponsel dalam acara talkshownya. Beberapa artis yang hadir sebagai bintang tamunya, ia minta untuk menandatangani sebuah petisi untuk tidak menggunakan handphone saat mengemudi. No Phone Zone !

Saya selalu geram setiap kali melihat orang berkendara sambil menggunakan handphone. Biasanya saya akan membunyikan klakson berulangkali di belakang orang tersebut. Dengan maksud agar mereka menjadi awas dengan kondisi jalan. Tidak ada maksud buruk ataupun reseh dengan urusan orang lain.

Saya berharap agar orang-orang yang masih berkendara sambil ber sms ria mulai menyadari bahaya dari tindakan yang mereka lakukan. Di jalan, tidak hanya nyawa diri sendiri, namun ada nyawa orang lain yang patut kita hargai. Mereka bisa jadi bapak/ibu dari kerabat kita, orangtua dari anak-anak yang masih kecil, tulang punggung keluarganya, remaja-remaja yang masih akan mengecap dunia, dan sebagainya.

Salam Kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun