Alokasi perizinan untuk swasta seluas 32,7 juta ha (86,37%) menurun dari 2014 (98,53%) dan areal izin untuk masyarakat seluas 5,4 juta ha atau 13,49% meningkat dari tahun 2014 (1,35%).
Kebijakan nasional kehutanan kini sejalan dengan tujuan sustainable development goals. Perubahan besar telah terjadi menuju perspektif baru keberlanjutan.
Perspektif pengelolaan hutan lestari yang sedang dijalankan Indonesia, dengan menciptakan keseimbangan sosial, menjaga lingkungan serta hutan bernilai ekonomi untuk kepentingan negara dan masyarakat.
Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah dijalankan kebijakan alokasi lahan, untuk mengurangi ketimpangan setelah melihat selama ini 95,76% dipegang swasta, sementara rakyat hanya dapat porsi sekian persen.
Untuk itu, pemerintah melalui reforma agraria dan perhutanan sosial telah melakukan pemberian akses perhutanan sosial sebanyak 1.729 juta hektar untuk 391.000 keluarga, baik di dalam maupun sekitar hutan.
Reforma agraria dan perhutanan sosial merupakan jawaban dalam mengatasi ketimpangan dan kesenjangan penguasaan lahan serta akses bagi 25.000-an desa di sekitar dan dalam kawasan hutan.
Akibat alih fungsi hutan yang masif berdampak pada kehilangan hutan secara drastis, tanpa memperhatikan kehidupan masyarakat sekitar hutan.
Alih fungsi hutan secara masif ini, tentunya menimbulkan dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat sekitar hutan.
Kondisi ini diperparah lagi oleh hancurnya perekonomian mereka, kehidupan menjadi semakin sulit dan termarjinal dari sumber pangan dan ketersediaan air bersih dalam hutan.
Konsekuensi dari hak atas perlindungan hutan yang bertanggung jawab, menjadi kewajiban bagi kita semua untuk mencegah terjadinya pencemaran/perusakan demi keberlangsungan hutan yang akan diwariskan kepada generasi mendatang.
Tanggung jawab tersebut didasarkan pada kebijakan, rencana dan program pengawasan kehutanan yang dijiwai dengan semangat pengelolaan kehutanan yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat, sebagai upaya untuk menghindari pemicu konflik.